Daerah

Kiai Afifuddin Muhajir: Kalau NU Selamat, Insyaallah NKRI Selamat

Senin, 12 Februari 2018 | 02:30 WIB

Jember, NU Online
Muktamar NU di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah, Situbondo tahun 1984 merupakan peristiwa paling bersejarah sepanjang perjalanan jam’iyah ini. Sebab melahirkan keputusan yang cukup fundamental. Demikian diungkapkan KH Afifuddin Muhajir saat menjadi narasumber dalam Halaqoh Kebangsaan di auditorium IAIN Jember, Jumat (9/2).

Menurutnya, pentingnya muktamar tersebut karena saat itu situasi politik tanah air tengah memanas. Umat Islam mengalami kerisauan yang membuncah lantaran Presiden Soeharto dengan Orde Barunya terus berusaha melanggengkan cengkeraman kekuasaan melalui penerapan azas tunggal Pancasila.

Sementara di internal NU sendiri, menurut Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Situbondo tersebut juga bergejolak karena NU terjebak dalam pusaran politik praktis, dan terjadi tarik menarik kepentingan yang luar biasa.

"Di situlah dibahas hubungan agama dan negara dan penerimaan azas tunggal Pancasila. Akhirnya, NU menyatakan menerima azas tunggal Pancasila, dan kembali ke Khittah 1926," urainya.

Keputusan NU tersebut nyatanya mampu meredam kerisauan umat Islam. Sedangkan ancaman konflik di tubuh NU, juga beringsut.

Karena itu, lanjut Kiai Afifuddin,  tak berlebihan jika Rais Am PBNU saat itu, KH Ahmad Shiddiq mengapresiasi KH Raden As'ad Syamsul Arifin yang menjadi tuan rumah Muktamar NU tersebut. Kiai As’ad dinilai sukses menggelar muktamar yang maha penting itu. Bahkan, katanya, KH Ahmad Shiddiq sampai menegaskan bahwa seandainya Kiai As'ad tidak punya amal lain selain sukses menyelenggaralan Muktamar NU tersebut, niscaya itu sudah cukup sebagai bekal untuk hidup di akhirat. 

Apa yang menjadi pertimbangna? "Karena muktamar itu tidak hanya menyelamatkan NU yang hampir porak-poranda, tapi juga nenyelamatkan NKRI. Ini artinya kalau NU selamat insyaallah NKRI juga selamat," urai Kiai Afifuddin (Aryudi A Razaq/Ibnu Nawawi)