Daerah

Kiprah Perempuan Pesantren Perlu Diapresiasi

Senin, 30 November 2020 | 22:00 WIB

Kiprah Perempuan Pesantren Perlu Diapresiasi

Para santri putri Pesantren An-Nawawi Berjan Purworejo sedang asyik mengikuti kegiatan di pesantren. (Foto: Dok NU Online)

Jakarta, NU Online
Dewasa ini, tidak bisa dipungkiri bahwa lingkungan kita masih patriarkis. Padahal tak kurang kiprah yang diberikan perempuan, salah satunya di lingkungan pesantren. Peran mereka perlu diapresiasi. Sebab, Islam menempatkan laki-laki dan perempuan pada posisi dan kedudukan yang sama.


Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Pusat Studi Pesantren (PSP) Ahmad Ubaidillah, saat menyampaikan sambutan pada pembukaan kegiatan Halaqah Virtual Perempuan Ulama edisi ke-18 bertajuk Dakwah di Media Sosial dan Penguatan Literasi Pesantren, Senin (30/11).


Kegiatan yang diselenggarakan PSP bekerja sama dengan iqra.id ini menghadirkan beberapa narasumber di antaranya Pengasuh Pesantren Nadwatul Ummah Buntet Cirebon Yenni Ainul Widad, Pengasuh Pesantren An-Nur Khilma Anis dan Direktur Islam Nusantara Center (INC) Zainul Milal Bizawie.

 

Mengawali forum, perempuan yang akrab disapa Ning Yenni ini memaparkan maraknya wacana penguatan literasi di kalangan masyarakat akhir-akhir ini. Bagi dia, Islam sudah lama mengenal literasi. Hal ini ditandai dengan ayat Al-Qur'an yang pertama kali turun yakni QS al-Alaq Ayat 1-5.


Menurut dia, Iqra' dan Qalam dalam surah al-Alaq Ayat 1-5 memiliki keterkaitan yang sangat erat. Iqra’ dapat dimaknai sebagai dasar dari literasi yang bermakna mendalami, mengkaji, dan menelaah ilmu pengetahuan. Sedangkan alladzi 'allama bil Qalam menjelaskan bahwa menulis merupakan sebuah metode dalam pengembangan ilmu pengetahuan.


“Ia memiliki tujuan yang jelas, yakni terjaganya kesinambungan ilmu pengetahuan, sehingga dampaknya bisa dirasakan oleh orang banyak. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika perkembangan ilmu pengetahuan tidak diimbangi dengan membaca dan menulis," tambahnya. 


Kiprah ulama perempuan
Sebagai pegiat khazanah Islam Nusantara, Zainul Milal Bizawie (Gus Milal) memaparkan tokoh-tokoh dan sejarah kiprah ulama perempuan terdahulu dalam literasi, khususnya di lingkungan pesantren. 


"Sejarah memang jarang menjelaskan kiprah ibu nyai di pesantren, padahal beliau-beliau memiliki peran yang sangat besar dalam perkembangan dan arah gerak pesantren di Nusantara," papar penulis buku Jejaring Ulama Diponegoro ini. 


Ia juga membenarkan perkataan Direktur Pusat Studi Pesantren Ahmad Ubaidillah saat sambutan, bahwa lingkungan saat ini masih sangat didominasi oleh budaya patriarki. 


Selanjutnya, Khilma Anis yang juga penulis novel Hati Suhita ini memaparkan pemaknaannya terhadap kemampuan menulis. Bagi dia, kemampuan menulis merupakan fadhal, yakni sesuatu yang diberikan oleh Allah SWT tanpa diminta. 


"Sehingga jika kita tidak pandai-pandai memanfaatkan kemampuan menulis tersebut, kita termasuk orang yang tidak amanah," kata Ning Khilma, sapaan akrabnya.


Menutup pemaparan, perempuan yang juga menulis Novel Wigati ini 
berpesan, di era digital ini pantang menjadi anti terhadap Sosial Media. Sebab, medan dakwah saat ini sudah bergeser. Bukan lagi secara konvensional saja, namun juga secara digital.


"Kita tidak boleh alergi dengan dunia digital, kita harus hadir di dalamnya sebagai pelaku dan bertanggung jawab, serta menyadari bahwa itu adalah medan dakwah yang baru," tambahnya.


Pantauan NU Online, forum berlanjut dengan hangat, beberapa peserta yang berasal dari berbagai daerah menyampaikan pendapat dan pertanyaannya masing-masing.


Kontributor: Nila Zuhriah
Editor: Musthofa Asrori