Serang, NU Online
Ketua Majelis Pesantren Salafiyah (MPS) Banten KH Matin Syarkowi, meminta kepada masyarakat untuk tidak kembali mendiskusikan Pancasila sebagai dasar bernegara. Ideologi yang memiliki 5 dasar itu sudah final menjadi rujukan utama dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
"Saya minta kepada masyarakat Indonesia memahaminya, Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sudah final, jadi tidak perlu didiskusikan lagi," ujarnya.
Ia mengatakan jika ada sekelompok masyarakat yang kembali mendisukusikan hal itu maka sudah menciderai kesepakatan yang dibangun oleh para pendiri bangsa. Pra kemerdekaan tahun 1945 silam, Pancasila adalah rumusan yang sudah didialogkan melalui beberapa tahapan, antara lain mengenai nilai-nilai kemaslahatan yang terkandung di dalamnya.
"Jika ada yang menolak berarti dia belum paham mengenai sistem dalam bernegara," ucap Kiai Matin saat menjadi narasumber pada kegiatan Dialog Publik Lembaga Kajian dan Pengembangan Masyarakat (LKPM) Banten di salah satu Rumah Makan di Kota Serang, Ahad (23/6).
Di sisi lain, agar masyakat memahami betul rumusan yang terkandung pada Pancasila, maka harus ada penjelasan yang kuat yang dipampang secara terbuka melalui berbagai media. Tidak terkecuali oleh media sosial dan media massa.
"Media massa dan media sosial merupakan sarana yang efektif untuk mensosialisaskannya. Bahkan bisa lebih baik jika digunakan untuk memberikan pendidikan di masyarakat," ucapnya.
Pengasuh Pesantren Al-Fathaniyah Kota Serang, Banten ini merasa bingung isu agama kini sangat populer dibandingkan dengan isu lain. Padahal, kata dia, perjalanan demokrasi di Indonesia terlihat baik baik saja.
"Yang saya khawatirkan kepada masyarakat adalah disebabkan oleh pemahaman agama yang keliru," ujarnya.
Ketua Pengurus Koordinator Cabang (PKC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Banten, Ahmad Solahudin, yang juga menjadi pembicara pada kegiatan itu mengaku akan terus menyuarakan perstatuan nasional untuk masyarakat.
"Masyarakat harus diajak secara terus menerus kepada hal-hal yang menjurus pada kebersamaan. Bukan sebaliknya, masyarakat di provokasi," paparnya. (Abdul Rahman Ahdori/Muiz)