Daerah

Menghafal Masih Jadi Metode Pilihan Efektif dalam Pembelajaran di Pesantren

Rabu, 11 Oktober 2023 | 18:00 WIB

Menghafal Masih Jadi Metode Pilihan Efektif dalam Pembelajaran di Pesantren

Ilustrasi santri tengah mengaji dan menghafal. (Foto: Romzi Ahmad)

Jakarta, NU Online

Menghafal kitab menjadi salah satu ciri khas metode pengajaran di pesantren. Metode hafalan ini masih diberlakukan di banyak pesantren di Indonesia, salah satunya di Pondok Pesantren Hidaayatul Mubtadiin, Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat.


Hafalan ini menjadi salah satu persyaratan kenaikan kelas dalam sistem pendidikan diniyah santri. Kitab-kitab yang dihafal disesuaikan dengan tingkatan masing-masing santri.


"Hafalan kitab dibagi sesuai tingkatan dirosahnya. Sistem yang berlaku saat ini untuk kelas i'dadiyah (persiapan) santri menghafal Aqidatul Awam dan Jurumiyah. Kelas 1 menghafal Tashrif Istilahi dan Imrithi. Kelas 2 menghafal Tashrif Lughowi dan 350 bait awal Alfiyyah Ibnu Malik. Kelas 3 menghafal Alfiyyah Ibnu Malik sampai selesai,” kata Fatwa Romadhon pada Senin (10/10/2023).


Fatwa menjelaskan umumnya tahapan tersebut dapat diselesaikan oleh santri dalam kurun waktu tiga tahun. Namun, kembali kepada masing-masing santri, konsistensi mereka menghafal kitab-kitab tersebut berpengaruh pada seberapa lama waktu yang dihabiskan.


"Pondok tentu memfasilitasi hafalan santri dengan menjadwalkan nadhaman atau lalaran. Dalam satu hari, para santri bisa nadhaman sebanyak tiga kali, yakni pada saat setelah salat Dzuhur, sebelum ngaji sore, dan sebelum ngaji dirosah dimulai. Tetapi untuk masing-masing anak, tentu prosesnya berbeda-beda. Ada yang cepat (hafalannya) ada juga yang karena malas-malasan jadinya lambat," katanya.


Selain menghafal kitab berupa nadham, para santri di sana juga menghafal kitab kuning yang dipelajari langsung dengan KH Amiruddin Abkari, pengasuh pesantren tersebut. Hafalan kitab ini dilaksanakan setiap hari bakda maghrib pada sesi yang disebut ngaji kiai.


Kitab-kitab yang dihafal dikaji dengan metode sorogan dan bandungan. Hafalan kitab meliputi kitab Safinatun Najah, Qotrul Ghoits, Tijan Darori, Sulamunnajah, Sulamuttaufiq, hingga Matan Taqrib. Kitab-kitab tersebut dikaji dengan cara dimaknani, didaras, dan disetorkan hafalannya keesokan harinya pada saat Ngaji Kiai.


Sebagai pengajar, Fatwa mengatakan, hafalan masih menjadi metode yang efektif bagi santri ketika menimba ilmu. Kendati saat menghafal para santri belum tentu paham arti dari nadham dan kitab yang dihafal, tetapi menghafal bisa menjadi salah satu jalan menuju kefutuhan ilmunya.


Tak hanya sebab kegigihan para santri dalam menghafal, Fatwa meyakini ada keberkahan saat para santri melaksanakan program yang dirancang oleh pondok. Saat seorang santri berhasil menghafal, tentu memberikan kebahagiaan bagi kiai dan guru-gurunya. Kebahagiaan guru karena melihat santrinya mampu menghafal bisa menjadi jalan kefutuhan ilmu baginya.