Pembelajaran Tatap Muka Kurangi Beban Psikologis di Keluarga
Rabu, 2 Desember 2020 | 05:25 WIB
Muhammad Faizin
Kontributor
Pringsewu, NU Online
Dibukanya kembali pembelajaran tatap muka di zona kuning oleh pemerintah disambut baik oleh berbagai kalangan. Kebijakan tatap muka yang bisa dilaksanakan dengan tetap mengedepankan keselamatan dan kesehatan elemen sekolah di tengah pandemi ini dinilai mampu mengurangi dampak negatif psikologis yang terjadi dalam keluarga.
Beberapa permasalahan muncul di dalam keluarga selama ini akibat kebijakan pembelajaran daring yang oleh sebagian pendapat dinilai tidak maksimal dalam mendidik karakter atau sisi afektif siswa. Siswa cenderung gampang jenuh dan terbebani sehingga pada puncaknya tidak mau mengakses kelas daring bahkan putus sekolah.
“Yang kami temui ada siswa yang karena merasa tidak nyaman dengan pembelajaran daring memilih untuk bekerja. Pendidikan malah tidak diprioritaskan oleh mereka,” ungkap salah satu guru Bimbingan Konseling (BK) MAN 1 Pringsewu, Aghis Afriza, Rabu (12/2).
Hal ini juga menurutnya didukung dengan tidak maksimalnya peran orang tua dalam membimbing dan memotivasi anaknya untuk belajar karena tututan ekonomi yang semakin tinggi. Apalagi kondisi perekonomian masyarakat semakin lemah akibat dampak pandemi Covid-19 yang belum mereda.
“Ada siswa yang sudah bekerja jadi kuli bangunan sejak awal pandemi. Ini cukup memprihatinkan,” tambah Aghis.
Pembelajaran tatap muka lanjutnya juga akan mengurangi beban orang tua dalam mendidik anak. Diungkapkannya bahwa banyak orang tua yang mengeluh beratnya beban yang harus dilakukan dalam mendampingi anak belajar secara daring. Para orang tua baru merasakan betapa beratnya menjadi seorang guru.
“Ini sebenarnya malah bisa menjadi hikmah dan renungan kita bersama bahwa hakikat pendidik yang utama adalah orang tua. Guru menjadi pelanjut dari pendidikan orang tua di rumah,” ungkapnya.
Senada dengan rekannya, Erni Widyasari yang juga guru BK di MAN 1 Pringsewu mengungkapkan bahwa pembelajaran tatap muka mampu mengurangi efek-efek negatif dan beban psikologis dalam keluarga. Menurutnya ketika anak berada di rumah setiap hari, secara otomatis mereka akan mengetahui semua permasalahan dalam keluarga yang seharusnya mereka belum laik untuk mengetahuinya.
“Biasanya mereka kan berada di sekolah di waktu pagi. Sekarang mereka bisa tahu semua permasalahan-permasalahan di rumah seperti misal pertengkaran orang tua dan kebiasaan tertentu yang mereka biasanya tidak tahu karena harus pergi ke sekolah,” ungkapnya.
Ketika mereka terus ‘dijejali’ dengan permasalahan negatif semisal konflik orang tua, maka secara psikologis akan berdampak tidak baik kepada anak. Akhirnya, anak-anak pun tidak nyaman dan tidak betah di rumah dan mencari solusi dengan pergi dari rumah.
“Mereka malah akan lebih betah di luar rumah atau menghabiskan waktu mereka main game di kamar. Ini tentu tidak baik,” katanya.
Kondisi ini menurut para guru BK harus menjadi perhatian semua pihak agar anak-anak yang saat ini sudah banyak kehilangan momentum pendidikan karakter kembali dapat bimbingan yang tepat. Dengan dibukanya pembelajaran tatap muka, ia berharap anak-anak akan semangat kembali belajar dan menjadi pribadi yang berakhlakul karimah.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Aryudi AR
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua