Tulungagung, NU Online
Perguruan tinggi Islam seperti Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Universitas Islam Negeri (UIN) sepatutnya melakukan banyak hal. Yaitu pembaharuan dirinya sendiri (self transformation), mereorientasi diri (self reorientation) melakukan transformasi masyarakat (community transformer), baik secara intelektual, maupun dalam dimensi penguat untuk perubahan (driving forces for change).
Hal tersebut harus dilakukan karena peran perguruan tinggi dapat diukur dari seberapa sumbangan akademiknya dalam dunia pendidikan, terhadap perbaikan masyarakat seberapa baik kontribusi terhadap kehidupan agama dan perbaikan dunia.
Pandangan disampiakan oleh Ketua Pengurus Wilayah (PW) Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jawa Timur, HM Mas’ud Said. Hal tersebut disampaikannya saat menjadi keynote speaker pada seminar nasional yang diselenggarakan oleh Faktultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Tulungagung di aula Arif Mustaqiem, kampus setempat, Rabu (23/10).
Hadir pada kesempatan itu Dekan FTIK IAIN Tulungagun Hj Binti Maunah Imam Fuadi, Fatkul Mujib dan Muniri. Dan bertindak selaku moderator DM Arif Faizin.
“Bayangan kita terhadap perguruan tinggi Islam yang maju itu bisa digambarkan dengan keadaan dimana ilmu pengetahuan bisa dikembangkan secara baik, lembaga pendidikan yang memberi manfaat kepada masyarakat dan umat,” katanya.
Demikian pula keberadaannya harus merupakan institusi terdepan dalam mengadopsi kemajuan dan peran perguruan tinggi Islam.
“Itu berhubungan dengan penggagasan ide, pengembangan teknologi dan metode pemecahan masalah, yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari hari,’’ ungkap
Direktur Pascasarjana Universitas Islam Malang (Unisma) pada seminar nasional bertema Reorientasi Pendidikan Islam Menjawab Tantangan Kompetisi Global itu.
“Oleh karena itu, perguruan tinggi harus melakukan tiga hal tadi yakni self transformation, self reorientation and community transformer,’’ ungkap mantan staf ahli presiden dan staf ahli Kemensos itu.
Menurut Mas’ud, mengapa pendidikan Islam perlu reorientasi? Pertama, sistem pendidikan Islam.
“Karena kita dalam alam yang berubah, kita ini menjadi pengubah atau anggota yang diubah. Sistem pendidikan Islam kita masih schooling, belum terintegrasi atau sudah kultur akademik dan kekuatan ilmuwan sudah berkembang pesat atau lamban,” jelasnya.
Kedua, kualitas lembaga pendidikan Islam.
“Standing position kita masih terbelakang di Asia. Standarisasi kelembagaan, kurikulum, SDM pengajar masih pas-pasan. Kemajuan pendidikan tinggi kita cukup pesat namun tantangan luar jauh lebih cepat,” urainya.
Sedangkan ketiga, lanjut Mas’ud, orientasi pendidikan Islam masih masa kini.
“Orientasi kurikulum, orientasi model pendidikan kita, keilmuan, terapan ataukan semi applied dan orientasi lulusan kita akademisi, praktisi, managerial ataukah leader manager dalam pendidikan Islam,’’ ungkap Mas’ud di hadapan ratusan mahasiswa dan civitas akademika IAIN Tulungagung.
Untuk itu, ungkap Mas’ud, pendidikan Islam harus melakukan reorientasi dengan sejumlah jalan. Peratama, penyempurnaan kurikulum pendidikan Islam.
Kedua, penyempurnaan metode pengajaran agama Islam, ketiga modernisasi lembaga pendidikan Islam.
Kempat, pengembangan inventory dalam konteks pemikiran Islam, kelima yaitu kodifikasi dan penulisan buku pendidikan Islam.
“Keenam, proliferasi pendidikan Islam ke ranah regional Asia dan internasional, dan terakhir atau ketujuh yakni kerja sama pendidikan Islam Indonesia dengan internastional universiti,” jelasnya.
Dirinya berharap kalau perlu mahasiswa KKN dibawa ke Singapura atau Malaysia.
“Biar ada cerita lain dan tidak berkutat di Tulungagung dan sekitarnya,’’ tandasnya.
\
Pewarta: Imam Kusnin Ahmad
Editor: Ibnu Nawawi