Jakarta, NU Online
Keterbatasan tidak menjadi penghalang bagi Untung untuk berbagi ilmu dan pengetahun. Semangatnya untuk mengajar mengalahkan semua aral dan rintangan yang harus dihadapinya, bahkan hingga separuh abad kehidupannya. Mengajar menjadi bagian caranya berjihad untuk mencerdaskan kehidupan anak bangsa.
Demikian kesan Kakanwil Kementerian Agama Mahfudz Shodar usai bertemu langsung dengan Untung, Guru MI Miftahul Ulum Sumenep, Jumat (15/04). Terpanggil akan dedikasi dan pengabdiannya, Mahfudz menyusuri jalanan Suramadu untuk bersilaturahim ke Yayasan yang diketuai oleh penyair “Si Celurit Emas” KH Zawawi Imran dan diasuh olah KH Abdul Majid Ilyas. Demikian dikutip dari laman kemenag.go.id.
Selain ingin melihat langsung aktivitas Untung di Yayasan Al-Miftah, Mahfudz juga memberikan penghargaan kepada sang guru inspiratif yang terlahir tanpa kedua tangan itu. Tidak hanya Untung, penghargaan yang sama juga diberikan kepada Sujirman, guru MI Miftahul Ulum juga yang tidak mempunyai kedua kaki. Sadar bahwa banyak guru-guru inspiratif yang layak memperoleh penghargaan, Mahfudz bahkan berkomitmen untuk bisa lebih memberikan perhatian pada tahun-tahun mendatang.
“Pak Untung menginspirasi pada guru lain. Dengan kesempurnaan itu, jangan sampai ruhul jihad guru yang sempurna kalah dengan ruhul jihad Pak Untung. Dia dengan segala keterbatasannya mampu membawa santri dan murid-muridnya bagus, bisa belajar serius. Maka, guru lainnya yang sempurnah, tidak boleh tidak,” kata Mahfudz.
Ditemui di madrasah, lanjut Mahfudz, Untung sempat berkisah tentang awal pengabdiannya. Menurutnya, Untung mengaku kalau pada awalnya merasa canggung, terlebih keberadaannya juga banyak ditertawakan siswa hingga mereka enggan belajar kepadanya. Perlakukan semacam ini dirasai selama hampir dua tahun lamanya.
Namun, hal itu tidak melunturkan semangatnya hingga berbuah sikap taat dan tawadlu’ murid-muridnya. Hal itu tercermin pada keikhlasan mereka untuk mencium kaki Untung, karena ketiadaan kedua tangannya. “Bahkan bukan hanya taat, mereka justru sangat tawadlu’. Cium kaki itu memang iya,” kenang Mahfudz Shodar dengan suara memberat dalam balut harunya.
“Saya sangat terharu sekali. Dia bukan hanya mengajar di MI saja. Di rumah, santri Pak Untung lebih dari 100, santri ngaji,” katanya.
“Beliau dengan keterbatasan, ngaji fasih bukan main. Bisa membimbing dengan telaten dan anak-anak merasa mendapatkan bimbingan yang istimewa,” tambahnya. Para siswa bahkan mengaku senang diajar Untung karena sabar dan mudah dipahami penjelasannya.
Selain sebagai tempat mengajar, Yayasan Al-Miftah menjadi tempat Untung belajar. Sebab, Untung kecil tercatat sebagai salah satu santri di sana. Sebagai guru tanpa dua tangan, Untung mengaku kerap menemui kesulitan. “Namanya kesulitan ada. Pada waktu misalnya saya harus nulis di papan itu rasa penat memang ada, pasti saya alami,” akunya sebagaimana ditayangkan dalam salah satu televisi nasional baru-baru ini.
Di MI Miftahul Ulum Sumenep, Untung sudah lebih dua dasawarsa mendidik para siswa. Tidak sekadar menjadi guru, Untung bak pelita para siswanya yang memancarkan keteladan untuk tidak menyerah di tengah segala keterbatasan. Red Mukafi Niam