Gaharu merupakan tumbuhan tropis yang memiliki banyak manfaat, terutama pada bagian getah membeku dari batang, yang biasanya disebut sebagai gubal. Komposisi kimia dalam gubal gaharu memberikan manfaat tersendiri, antara lain sebagai parfum, obat batuk, anti bakteri, anti jamur, dan insektisida.
Mega Ratnasari, Suhendra, Baihaki Ulma, Dinda Ikhwati dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam artikel hasil penelitian Aplikasi Formula Inokulan Baru untuk pembentukan gubal Tanaman Gaharu di Cijeruk, Bogor, menyebutkan dalam persfektif Islam, wangi dari pembakaran kayu gaharu merupakan sunnah Rasulullah Saw.
Dalam artikel hasil penelitian yang dilakukan berkat dukungan bantuan Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Dit PTKI) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) Kementerian Agama RI tahun anggaran 2018 itu disebutkan di antara hadits yang mendukung hal ini yaitu dari Abi Hurairah ra, bahwa Rasulullah Sawtelah bersabda, "Golongan penghuni surga yang pertama kali masuk surga adalah berbentuk rupa bulan pada malam bulan purnama, … (sampai ucapan beliau) …, nyala perdupaan mereka adalah gaharu."
Imam Abul Yaman berkata, maksudnya adalah kayu gaharu (HR Imam Bukhari). Karenanya, sampai saat ini gaharu digunakan sebagai pewangi di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Gaharu sebenarnya merupakan istilah untuk tumbuhan yang menghasilkan resin aromatik berbau wangi, yang bukan hanya dari satu jenis tumbuhan.
Di Indonesia gaharu terutama berasal dari tumbuhan Aquilaria malaccensis, A. microcarpa, A. filaria, dan Gyrinops verstegii genus lainnya, seperti Gonystylus, Wikstroemea, Dalbergia, dan Excocaria.
Pemerintah Indonesia telah memulai ekspor kayu gaharu yang bernilai tinggi ini sejak tahun 1990-an, dengan tujuan Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Taiwan, Singapura, Hong Kong, Amerika, dan Eropa; dan sejak 2011 ke China.
Gubal gaharu atau bagian kayu yang masih muda terdiri dari sel-sel yang masih hidup, terletak di sebelah dalam kambium dan berfungsi sebagai penyalur cairan dan tempat penimbunan zat-zat makanan, terbentuk sebagai respons infeksi oleh perlakuan fisik, fungi, ataupun serangga, baik secara alami maupun diinduksi dengan sengaja, sehingga fitoaleksin terbentuk sebagai pertahanan diri tumbuhan.
Kebutuhan pasar yang tinggi dan lahan yang semakin terbatas menyebabkan harga gaharu meningkat dan eksploitasi yang berakibat menurunnya populasi di alam. Meskipun telah dimasukkan ke dalam tumbuhan yang dilindungi, penebangan liar gaharu tetap terjadi, bahkan meningkat.
Oleh karena itu, penanaman gaharu dan panen gubal yang dihasilkan dari proses induksi yang disengaja merupakan salah satu solusi untuk menghindari eksploitasi liar. Potensi ekspor dan harga yang tinggi telah menggairahkan petani atau pemilik tanah untuk menanam gaharu, meskipun panennya baru akan dirasakan bertahun-tahun kemudian.
Kementerian Kehutanan telah melakukan pengumpulan data penanaman gaharu secara nasional, sebesar lebih dari 2,2 juta batang pohon yang tersebar di 29 provinsi pada tahun 2011 yang diduga saat ini jumlah penanam telah bertambah.
Berbagai inokulan telah diproduksi dan dijual, baik dari hasil riset maupun coba-coba tanpa dasar ilmiah. Inokulan bisa berisi bahan hidup, seperti jamur Fusarium dan Acremonium, dan bahan-bahan kimia, seperti asam salisilat, jasmonat, metil jasmonat, etilen, hidrogen peroksida dan superoksida radikal.
Ada pula inokulan yang dirahasiakan kandungannya karena terkait hak paten, inokulan yang diklaim dapat menginduksi pembentukan gubal banyak ditawarkan dengan harga yang cukup tinggi, yaitu dalam ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Namun, terdapat ketidakpastian kualitas gubal yang dihasilkan.
Oleh karena itu, diperlukan formula inokulan baru yang lebih baik daripada yang pernah diterapkan. Penelitian ini menguji kemampuan empat macam isolat fungi dan ekstrak mikroalga sebagai calon inokulan baru.
Penelitian difokusikan mengenai fungi diisolasi dari tanah. Penelitian dilakukan di sekitar kebun gaharu Cijeruk, Bogor, yang diduga telah teradaptasi terhadap lingkungan setempat, termasuk pada tumbuhan gaharu.
Sementara itu, ekstrak mikroalga yang dicoba diperoleh dari Situ Gintung, Tangerang Selatan, Banten berdasarkan penelitian pendahuluannya, ekstrak mikroalga diketahui memiliki efek antibiosis, sehingga diduga dapat digunakan sebagai induser dalam pembentukan gubal gaharu.
Dari hasil penelitian tersebut, dapat ditemukan bahwa karakteristik tanaman, termasuk tanaman gaharu, tergantung pada kondisi lingkungan biotik dan abiotik tempat ia ditumbuhkan, seperti tanah, iklim, dan mikroorganisme yang berasosiasi. Keberadaan mikroorganisme yang diberikan dapat memberikan respon pada tanaman.
Oleh karena itu, kegiatan penelitian yang dilakukan bertujuan menguji kecocokan formula inokulan baru pada tanaman gaharu di Cijeruk, Bogor, dengan harapan dapat diperoleh manfaat berupa terbentuknya gubal yang lebih berkualitas dibandingkan dengan menggunakan inokulan lain. (Abdul Rahman Ahdori/Kendi Setiawan)