Internasional

Cerita Perempuan Studi Lanjut ke Luar Negeri, Hambatan dan Dukungan dari Keluarga

Senin, 10 Maret 2025 | 22:00 WIB

Cerita Perempuan Studi Lanjut ke Luar Negeri, Hambatan dan Dukungan dari Keluarga

Ilustrasi perempuan studi lanjut ke luar negeri. (Foto: NU Online/Freepik)

Jakarta, NU Online

Asisten Professor di Claremont School of Theology (CST) Lailatul Fitria menyampaikan bahwa tantangan dari pihak keluarga bukan menjadi hambatan untuk melanjutkan pendidikannya berkuliah di luar negeri.


Lailatul menceritakan bahwa tantangan selama berkuliah berasal dari keluarga sendiri. Ia mencontohkan bahwa ketika mengambil suatu keputusan termasuk keputusan sekolah pun melibatkan keluarga besar.


“Saya hidup di keluarga besar pada 20 sepupu, sehingga banyak keputusan-keputusan yang diambil oleh keluarga besar, bahkan ayah saya sendiri pun tidak bisa memutuskan,” ujar Lailatul dalam acara Webinar Serial Beda Buku Sekolahlah Tinggi-Tinggi Bersama Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Amerika Serikat-Kanada pada Ahad (9/3/2025).


Tahun 2005, ia menyampaikan bahwa ayahnya mengalami kecelakaan yang sangat parah sehingga membuat ayahnya tidak dapat melanjutkan pekerjaan. “Tahun 2005, ayah saya mengalami kecelakaan yang sangat parah sehingga ayah saya tidak bisa bekerja kembali. Kemudian saya didatangi beberapa paman saya,” katanya.


“Paman saya berkata, sudahlah kamu mau apa? Nanti yang masak, manak kamu, tidak usah kuliah, kuliah mu mahal dan ayahmu tidak bisa membayarnya,” lanjutnya.


Lailatul bertekad untuk tetap berkuliah dan siap membiayainya sendiri. “Para paman saya tanya, siapa yang akan membayari kuliah kamu?,” ucapnya.


“Terus saya bilang, dengan cara apa pun, saya yang akan membiayakan kuliah saya dan saya bisa membayarkan kuliah saya walau terpontang-panting,” lanjutnya.


Selama masa kuliah S1, ia mengatakan bahwa untuk melanjutkan kuliahnya dengan cara mencari beasiswa dan mengikuti kerja paruh waktu di beberapa tempat.


Ia mengatakan bahwa melawan tidak selalu memiliki arti negatif, tetapi pada kisah yang Lailatul ceritakan melawan untuk berkuliah setinggi-tingginya merupakan hak manusia untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang baik.


“Di situ saya berpikir, untung saya ngeyel, melawan, bukan yang nurut pada paman saya untuk berhenti kuliah, mungkin saya tidak akan merasakan kuliah sampai S3 di luar negeri,” ungkapnya.


Berbeda dengan Lailatul, Lien Iffah Naf'ati Fina mengaku studi lanjut mendapatkan dukungan penuh dari keluarganya, baik dari orang tua maupun suaminya. Bahkan dukungan dari orang tua itu ia peroleh sejak mula. Sebab, ayahnya selalu berpesan bahwa hal yang bisa ia wariskan adalah ilmu.


“Abah saya selalu bilang, kalau abah tidak akan bisa mewariskan apa-apa kecuali ilmu, maka sekolahlah yang tinggi. Kalimat itu yang jadi awal fondasi saya terus belajar,” ujar mahasiswa doktoral di The University of Chicago itu.