Internasional

Cerita Santri Cipasung Kuliah Sains di Korsel: dari Gila Kerja, Kedinginan hingga Shalat di Pojokan Sepi

Rabu, 26 Oktober 2022 | 09:00 WIB

Cerita Santri Cipasung Kuliah Sains di Korsel: dari Gila Kerja, Kedinginan hingga Shalat di Pojokan Sepi

Muhammad Irfansyah Maulana di depan kampusnya Daegu Gyeongbuk Institute of Science and Technology, Daegu, Korea Selatan. (Foto: Dok pribadi Irfansyah)

Jakarta, NU Online

Muhammad Irfansyah Maulana merupakan laki-laki asal Sukabumi yang mendapatkan beasiswa melanjutkan pendidikan S2 dan S3 nya di Daegu Gyeongbuk Institute of Science and Technology, Daegu, Korea Selatan. Ia menceritakan pengalaman hidup di negara yang memiliki beban jam kerja tertinggi kedua di dunia itu.


Hal ini membuat warga di Korsel sangat gila kerja (workaholic) terhadap setiap tugas yang dimilikinya termasuk dalam tugas akademik. Irfan mengaku banyak menemukan mahasiswa yang melakukan penelitian hingga larut malam, termasuk para dosen dan juga professor.


“Padahal akhir jam kerja di sini adalah jam 6 malam namun masih banyak dosen dan mahasiswa yang bekerja di kampus hingga larut malam. Ini yang membuat saya terbawa atmosfer yang sama meskipun awalnya merasa berat karena tidak terbiasa,” tuturnya kepada NU Online, Selasa (25/10/2022).


Menurutnya, jika di Indonesia semua kantor maupun lembaga pendidikan akan tutup dan penerangan akan mati di saat jam telah selesai.

 

Namun di Korea Selatan semua kantor dan lembaga pendidikan khususnya kampus terbuka selama 24 jam. Karena seluruh civitas akademika memiliki kartu yang dapat membuka pintu kantor dan mengakses sarana prasarana lainnya dengan kartu tersebut.


Hal lain yang perlu diadaptasi oleh Irfansyah selama berada di Korea Selatan adalah dalam memilih makanan yang bebas dari kandungan babi.

 

Berbagai makanan disana termasuk mie instan, coklat hingga permen kebanyakan mengandung babi. Sehingga sebelum membeli ia selalu mengecek kandungan makanan tersebut baik dengan membaca kemasannya atau memakai aplikasi Muslim Friendly Korea (MUFK). 


“Awalnya masakan korea tidak cocok dengan lidah saya tapi seiring dengan berjalannya waktu dan sadar bahwa akan tinggal di sini cukup lama maka saya mencoba beradaptasi dan saat ini sudah cukup terbiasa memakan masakan korea,” jelas dia.


Irfansyah juga menceritakan kendala lain hidup di Korea Selatan yakni dalam mencari tempat shalat. Masjid atau mushola sangat sulit ditemukan di sana sehingga ia sering kali shalat di stasiun kereta atau di pojokan suatu tempat yang sepi.

 

Selain itu juga kondisi cuaca dingin di sana cukup membuatnya tidak nyaman. Pasalnya di Korea terkenal memiliki humidity yang rendah saat musim dingin datang. Hal ini membuat kulit dan bibir menjadi pecah-pecah.


Tekad kuat Irfansyah

Meski dengan banyak kendala yang dihadapinya Irfan tetap membulatkan tekat untuk menyelesaikan pendidikannya selama 5 tahun di sana. Keinginannya melanjutkan pendidikan S2 di luar negeri muncul sejak tahun keempat dirinya mengenyam pendidikan S1 di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.


“Selepas wisuda pada Agustus 2020 saya mengikuti seleksi penerimaan beasiswa di Korea Selatan dan alhamdulillah dinyatakan lulus pada Desember 2020. Tanpa diduga ternyata beasiswa tersebut menawarkan program integrated MS-PhD dimana saya akan mendapatkan beasiswa S2-S3 di Korea Selatan,” ujarnya.


Ia mengaku keberhasilannya saat ini tidak terlepas dari izin dan doa restu dari keluarga serta para guru. Ia mengaku doa kiai dan guru menjadi salah satu hal yang penting dalam perjalanannya, sehingga ia menyempatkan diri untuk datang bersilaturahim kepada kiai dan guru-guru di Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya.


“Beliau-beliau sangat menyambut baik niat belajar saya di luar negeri. Ada hal-hal yang dipesankan beliau kepada saya bahwa meskipun belajar jauh di negeri orang, namun jangan sampai melupakan amaliyah Ahlussunah wal Jama’ah yang harus sesantiasa sejalan dengan arah perjuangan NU,” ungkap Irfan.


Itulah mengapa Irfansyah saat ini mengabdikan diri untuk berkhidmah di NU dan dipercaya menjadi Sekretaris Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Korea Selatan.


Kontributor: Afina Izzati

Editor: Fathoni Ahmad