Internasional

Muslim Prancis Kecam Pembunuhan Tiga Orang di Nice

Sabtu, 31 Oktober 2020 | 07:15 WIB

Muslim Prancis Kecam Pembunuhan Tiga Orang di Nice

Polisi Prancis sedang berjaga-jaga di depan Gereja Notre-Dam Kota Nice pasca-pembunuhan tiga orang. (Foto: AFP)

Jakarta, NU Online

Belum juga tragedi mereda pasca-pembunuhan yang menewaskan Samuel Paty, guru sekolah menengah di Prancis, pada Kamis (29/10), Pemerintah Prancis melaporkan terjadi penusukan di Gereja Notre-Dam, Kota Nice, Prancis yang menewaskan tiga orang.


Pelaku penyerangan di Gereja Notre-Dame telah ditangkap. Belum disebutkan identitas pelaku. Belum juga diketahui apa motif serangan di Nice atau apakah ada kaitannya dengan kartun Nabi Muhammad.


Idriss Sihamedi, seorang aktivis organisasi amal Barakacity yang telah dibubarkan oleh pihak berwenang pada Rabu karena tuduhan menghasut kebencian, mengecam serangan pisau itu.

 

Baca juga: Kecam Presiden Prancis, Indonesia: Menghina Islam, Melukai Dua Miliar Muslim Dunia


"Serangan-serangan ini serius, dan fakta ini terjadi di tempat-tempat di mana orang-orang datang untuk mencari perdamaian membuatnya sangat serius," katanya dalam sebuah tweet dikutip kompas.com, Jumat (30/10).


“... Perancis tenggelam dalam kegilaan, kebencian, kemarahan, dan balas dendam," imbuhnya.


Faiza Ben Mohammed, seorang jurnalis, menganggap penting untuk mengingatkan pengikut media sosialnya yang besar tentang nabi yang memperjuangkan nilai-nilai, seperti perdamaian dan hidup berdampingan.


“Nabi Muhammad bersabda, 'Siapa pun yang menyakiti seorang Yahudi atau Kristen akan menemukan dalam diriku musuhnya pada hari kiamat',” tulisnya.

 

Baca juga: Serang Islam, Dunia Islam Kecam Presiden Prancis


Fatima Ouassak dari sindikat orang tua Front de Mères menyatakan simpati kepada keluarga para korban, dengan mengatakan bahwa penting bagi orang-orang untuk berdiri dalam solidaritas di masa-masa sulit ini.


“(Kita) melawan pembuat kebencian yang bertanggung jawab atas siklus neraka dan iklim teror yang mana kita adalah korban, mari kita bersatu! Solidaritas, kesetaraan, keadilan, dan penghormatan terhadap martabat manusia."


Komentar serupa juga diberikan oleh Sebastien Abdelhamid, seorang pembawa acara televisi, yang mengungkapkan "kemarahan dan rasa jijik" atas apa yang terjadi di Nice.


“Semua pikiran saya untuk para korban dan keluarga mereka. Betapa bar-bar...mereka ini bukan manusia...Ini tidak mungkin #baik,” tulisnya dalam Twitter. Warga lainnya menyatakan kemarahannya terhadap beberapa anggota lembaga politik yang mencoba memanfaatkan peristiwa pahit tersebut untuk tujuan politik.

 

Baca juga: Menyikapi Penghinaan Nabi Muhammad di Prancis Menurut Gus Yahya


Menanggapi berita dalam sebuah tweet, pemimpin sayap kanan, Marine Le Pen, mengatakan, "Akselerasi dramatis dari tindakan perang Islam terhadap sesama warga kita...membutuhkan...tanggapan global".


"Anda menyadari bahwa dia (Marine Le Pen) menggunakan serangan itu untuk kepentingan politiknya...bahkan sebelum menunjukkan dukungannya kepada para korban," kata seorang pengguna Twitter menanggapi Marine Le Pen.


Konflik demi konflik terjadi setelah pemenggalan kepala guru sekolah menengah Prancis Samuel Paty oleh seorang ekstremis Chechnya pada 16 Oktober 2020 setelah Paty menunjukkan kepada siswanya kartun Nabi Muhammad yang diterbitkan pada 2015 oleh Charlie Hebdo, sebuah surat kabar satire Prancis. Penerbitan kartun menyebabkan pembantaian 12 orang di Kantor Charlie Hebdo pada 2015 lalu.


Terkait hal itu, Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mendesak umat Islam, khususnya di Indonesia untuk mengatasi masalah ini dengan tenang "dan tidak menuruti emosi".


Ia mengatakan apa yang sebenarnya dihadapi umat Islam bukan hanya mereka yang menghina Islam, tetapi kebutuhan seluruh umat manusia dari berbagai latar belakang dan keyakinan untuk menemukan landasan bagi integrasi global yang harmonis.

 

Karena menurut Gus Yahya, menanggapi penghinaan terhadap Nabi Muhammad dengan cara membunuh pelaku adalah tindakan biadab yang berpotensi memicu ketidakstabilan masyarakat dunia.


“Menyikapi penghinaan terhadap Nabi dengan membunuh pelakunya merupakan tindakan biadab yang berpotensi memicu ketidakstabilan yang meluas tanpa kendali,” tegas Gus Yahya dikutip South China Morning Post, Rabu lalu.


Ia juga mengkritik Presiden Prancis Emmanuel Macron. Menurutnya, persoalan yang mencuat saat ini karena Macron menyikapi masalah yang terjadi dari perspektif "ideologi sekularisme ekstrem" Prancis yang cenderung memandang agama hanya sebagai sumber masalah dan tantangan ideologis yang harus dikalahkan.


"Pandangan sepihak ini disesalkan tidak hanya oleh kalangan Islam tetapi juga oleh kalangan Kristen dan Yahudi," ucap Gus Yahya.


Pewarta: Fathoni Ahmad

Editor: Muchlishon