Jakarta, NU Online
Survey Institut Riset The Legatum Institute terhadap 149 negara di dunia pada 2017 lalu menempatkan Sudan sebagai negara termiskin ketiga di dunia setelah Yaman dan Republik Afrika Selatan.
Kemiskinan ini, menurut Ketua Pengurus Cabang Istimewa (PCI) Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Sudan Fatimatuz Zahro, akibat dari banyak hal. Di antaranya adalah embargo ekonomi selama 20 tahun sejak 1997 yang baru dicabut oleh Amerika pada tahun 2017 lalu.
Selain itu, keterbatasan kemampuan sumber daya manusia mengakibatkan kurangnya sumber daya alam diolah secara maksimal.
"Gaya kepemimpinan presiden ya juga mungkin berpengaruh juga, otoriter. Di sini demo aja bisa mengancam nyawa. Mungkin dari situ masyarakat juga sulit berkembang," terangnya kepada NU Online pada Rabu (7/11).
Hal inilah yang menggerakkan PCINU dan PCI Muslimat NU Sudan untuk menyelenggarakan bakti sosial (baksos) saban tahun sejak 2014 lalu. Lima kali kegiatan ini digelar di tempat yang berbeda-beda sesuai petunjuk mitra organisasi amal Sudan, yakni Musytaqina ila al-Jannah.
Baksos tahun 2018 ini dilaksanakan di Desa Daar as-Salam, sebelah barat Kota Omdurman, Sudan, pada Senin (5/11).
Sebelum menuju ke desa yang dihuni oleh setidaknya 400 keluarga miskin itu, 10 pengurus Muslimat dan sembilan pengurus PCINU Sudan singgah lebih dulu ke organisasi amal mitra kerja samanya yang berpusat di Omdurman menggunakan van dengan menempuh waktu 40 menit perjalanan. Dari situ, mereka bersama rekanannya itu berangkat menuju lokasi sekitar satu jam perjalanan.
"Daerah tersebut merupakan rekomendasi dari organisasi amal yang kami ajak kerja sama. Sebelumnya organisasi amal tersebut sudah melakukan survei, daerah mana yang membutuhkan bantuan," ujar Fatimah.
Pada kegiatan baksos itu, mereka membagikan pakaian berupa satu paket baju dan uang kepada 400 penerima, serta mushaf Al-Qur'an untuk masjid setempat. Keterbatasan dana dan mahalnya harga sembako memaksa Fatimah dan rekan-rekannya membagikan sumbangan itu dalam bentuk mentahan, berupa uang.
"Sebenarnya kami tidak mematok barang apa saja yang akan dibagikan. Itu murni sumbangan dari WNI dari berbagai elemen yang ada di Sudan," terang mahasiswi Tafsir pada Universitas Internasional Afrika, Khartoum, Sudan itu.
Mulanya, para pengurus berencana mencatat 400 penerima bantuan itu, namun kondisi tidak memungkinkan sehingga mereka bagi secara acak. Hal ini disebabkan karena membludaknya orang yang hadir pada acara tersebut.
Kegiatan yang digelar di SD an-Nur al-Mubin ini memberikan kebanggaan tersendiri bagi warga NU di sana mengingat keistiqamahan mereka dalam berbagi dengan masyarakat sekitar dan bisa mengenalkan NU kepada mereka.
"Ini kan salah satu bentuk khidmah kami ke NU. Mengenalkan NU di negeri orang dengan berbagai kegiatan positif, rasanya ada kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri," ungkap alumnus Pesantren Kajen, Pati, Jawa Tengah itu. (Syakir NF/Muiz)