Yuhansyah Nurfauzi
Kolomnis
Bulan Ramadhan identik dengan ibadah puasa yang unik. Keunikan tersebut muncul dari diharamkannya sesuatu yang semula halal untuk dinikmati. Makanan, minuman, dan pasangan yang halal dilarang untuk dinikmati pada siang hari bulan Ramadhan. Jadi, selain menahan diri dari makan dan minum, kaum muslimin juga tidak diperkenankan berhubungan suami istri di siang hari. Namun, setelah waktu berbuka puasa tiba umat Islam diizinkan untuk makan, minum, dan berhubungan suami istri sebagaimana biasa.
Setelah berbuka puasa, fokus umat Islam adalah memperbanyak shalat sunnah seperti tarawih dan ibadah lainnya. Namun, ada satu ibadah penting yang tidak boleh dilupakan bagi yang sudah berumah tangga yaitu berhubungan suami istri di malam Bulan Ramadhan. Bagaimana Islam memberikan tuntunan agar aktivitas tersebut tetap mampu dijalankan dengan baik, aman, dan bermanfaat untuk kesehatan?
Orang yang berpuasa akan merasakan lapar dan haus. Setelah berbuka puasa dengan makan dan minum, maka perut menjadi kenyang. Apabila pasangan suami istri hendak berhubungan badan, maka seyogianya memperhatikan faktor rasa lapar dan kenyang yang dirasakan oleh tubuhnya. Saran ini direkomendasikan oleh pakar thibbun nabawi, yaitu Al-Hafiz Adz-Dzahabi dalam kitabnya.
“Hubungan badan merupakan sunnah para rasul. Sebaiknya, aktivitas ini dilakukan setelah pencernaan selesai mencerna makanan, saat suhu tubuh pasangan dalam kondisi stabil, saat perut tidak terlalu kosong dan tidak juga penuh. Namun, (apabila diperlukan) maka hubungan badan di saat perut terisi dapat dikatakan lebih kecil bahayanya. Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa beliau pernah berbuka puasa dengan berhubungan badan,” (Al-Hafiz Adz-Dzahabi, Thibbun Nabawi, [ Beirut, Dar Ihyaul Ulum: 1990 M], halaman 48).
Berdasarkan saran tersebut, maka hubungan badan pada saat perut telah terisi makanan lebih aman untuk dilakukan daripada saat perut kosong. Perkecualian diberikan untuk sahabat Ibnu Umar yang pernah berbuka puasa dengan berhubungan badan bersama istrinya. Kekhususan Ibnu Umar ini karena Beliau adalah seorang yang memiliki kekuatan fisik luar biasa sehingga mampu beribadah dalam berbagai bentuk di malam hari dengan tubuh tetap kuat, termasuk untuk urusan berhubungan badan.
Bagi orang kebanyakan, energi saat berbuka puasa perlu dipulihkan dengan makan dan minum secukupnya. Setelah makan dan minum, energi juga perlu waktu untuk dihasilkan dari selesainya proses pencernaan makanan. Oleh karena itu, biasanya kekuatan akan pulih setelah proses pencernaan makanan berakhir seiring dengan dihasilkannya energi baru di dalam tubuh.
Saat energi baru mulai terbentuk, lambung berada di antara kondisi yang tidak kosong dan juga tidak penuh. Pada waktu itulah, seseorang dapat merasakan pulihnya tenaga dan mampu beraktivitas dengan kekuatan yang optimal, termasuk untuk berhubungan badan. Dengan kondisi yang baik itulah, diharapkan hubungan intim suami istri yang dilakukan dapat berlangsung dengan baik sesuai harapan pasutri.
Namun, apabila dorongan seksual yang muncul pada pasangan suami istri begitu besar maka dapat menyegerakan untuk berhubungan badan pada saat buka puasa. Hal ini dapat dilakukan setelah makan dan minum sekadarnya karena bila hubungan badan benar-benar dilakukan pada saat perut kosong, maka energi akan terkuras dan untuk memulihkannya butuh waktu yang lebih lama. Padahal, aktivitas di malam Bulan Ramadhan hendaknya diisi dengan ibadah lain yang juga memerlukan kekuatan fisik.
Penelitian tentang laki-laki yang berpuasa di Bulan Ramadhan pernah mengungkapkan bahwa puasa berpengaruh terhadap turunnya dorongan seksual. Talib dan timnya mengungkapkan bahwa puasa Ramadhan yang dilakukan dari hari ke hari secara rutin berhubungan dengan turunnya nafsu seksual, berkurangnya frekuensi hubungan badan dan turunnya hormon FSH pada laki-laki (Talib dkk, 2015, The Effect of Fasting on Erectile Function and Sexual Desire on Men in The Month of Ramadan, Urology Journal, Vol. 12 No. 2: halaman 2099-2102).
Follicle Stimulating Hormone (FSH) merupakan hormon yang berhubungan dengan produksi sperma pada laki-laki. Apabila efek dari puasa Ramadhan adalah menurunkan kadar FSH, maka sperma juga akan diproduksi dengan minimal. Sperma yang sedikit akan secara alamiah menimbulkan berkurangnya dorongan untuk berhubungan badan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jabbour yang menyatakan bahwa saat FSH kadarnya rendah, seorang laki-laki akan berkurang libido, kesuburan, dan energinya. (Jabbour, 2020, Follicle-Stimulating Hormone Abnormalities Clinical Presentation, Medscape).
Sebagaimana telah diketahui, pada laki-laki sperma diproduksi setiap waktu sehingga apabila telah penuh, maka ada dorongan seksual yang menyertainya. Produksi sperma juga dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi. Apabila nutrisi dari makanan yang digunakan untuk berbuka puasa terserap dengan baik, maka produksi sperma juga akan meningkat. Pada saat itulah, hubungan suami istri sangat disarankan karena penuhnya sperma perlu untuk disalurkan.
Jangan lupa, hubungan badan juga memerlukan energi yang cukup. Sumber energi paling utama ketika malam hari bulan Ramadhan adalah dari makanan dan minuman yang dikonsumsi saat berbuka puasa. Oleh karena itu, saran dari Al-Hafiz Adz-Dzahabi untuk memilih berhubungan badan saat perut terisi demi keamanan dan kesehatan kaum muslimin yang berpuasa Ramadhan sangat relevan.
Kegiatan seksual dapat menjadi sarana rekreasi antara suami dengan istri. Apabila dilakukan secara proporsional dan tanpa tekanan, maka hubungan badan akan menciptakan kehangatan di antara pasangan. Selain itu, manfaat lain dari berhubungan badan dapat membuat perasaan menjadi lega, mewujudkan rasa bahagia, menyehatkan pencernaan, dan menghilangkan pikiran kotor. Hal ini tentu sangat mendukung rangkaian ibadah di Bulan Ramadhan.
Di sisi lain, orang yang tidak melakukan hubungan badan justru bisa terkena beberapa penyakit. Saat itulah, hubungan badan menjadi salah satu sarana atau jalan menjaga kesehatan. Mengenai pemilihan waktu berhubungan badan saat malam Bulan Ramadhan, tentu menjadi kesepakatan dan kesiapan masing-masing suami dan istri yang melakukannya. Wallahu a’lam bis shawab.
Ustadz Yuhansyah Nurfauzi, pegiat farmasi, anggota MUI Cilacap.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua