Jakarta, NU Online
Lingkungan hidup semakin rusak oleh ulah tangan-tangan tak bertanggung jawab. Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) berupaya melestarikan lingkungan hidup dengan menyasar empat isu, yakni pengelolaan sampah, konservasi air, konservasi energi, dan penghijauan.
“Selama ini program lingkungan hidup LPBINU menyasar ke hal-hal sederhana dan praktis, namun sangat berkontribusi pada upaya pelestariannya,” kata Ali Yusuf, Ketua LPBI PBNU, kepada NU Online pada Selasa (22/5).
Empat isu tersebut, jelasnya, dipadukan dengan manfaat ekonomi. Hal ini berdampak pada dua hal, yakni pelestarian lingkungan hidup dan pertumbuhan ekonomi masyarakat. “Jadi ada dua manfaat sekaligus, lingkungan hidup dan ekonomi,” ujarnya.
Pemanfaatan air bekas wudhu, ia mencontohkan, memiliki nilai ekonomi. Air limbah non-deterjen itu dapat dimanfaatkan untuk budidaya ikan dan tanaman sayuran.
“Air bekas wudhu setelah diproses akan dimanfaatkan untuk memelihara ikan aquaponik dan menyiram tanaman terutama di lahan sempit menggunakan pipa pvc atau hidroponik,” tuturnya.
Hal tersebut, menurutnya, akan diuji coba di beberapa pesantren di Jawa Timur. “Insyaallah mulai Juli tahun ini,” ujarnya.
Selain itu, penghematan penggunaan air bersih juga terus LPBINU upayakan. Di samping ia juga berusaha menambah pasokan air bersih dengan mengolah air hujan.
Adapun konservasi energi dilakukan guna mengurangi penggunaan energi fosil. Upaya itu ditambah dengan inisiasi energi alternatif dan terbarukan dari pengelolaan sampah. Barang yang masih dianggap tak lagi berguna bagi mayoritas masyarakat itu diubah oleh LPBINU sebagai barang yang memiliki nilai jual.
Saat ini, LPBINU sudah memiliki 120 cabang Bank Sampah Nusantara (BSN) yang tersebar di Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Para nasabahnya menabung sampah. Hasil penghitungan berat sampah ditukar dengan nominal uang yang langsung masuk ke rekening nasabah.
Pria asal Bojonegoro itu menerangkan bahwa energi fosil terbatas dan menghasilkan polusi yang dapat menyebabkan pemanasan global “Energi fosil di samping terbatas dan akan habis juga menyebabkan polusi yang menyebabkan pemanasan global,” kata Ali.
Pembangkit listrik sampai saat ini masih menggunakan bahan bakar batubara. Terlebih kendaraan bermotor yang jumlahnya jutaan itu. Contoh terakhir itu menghabiskan minyak bumi.
Sampah, menurutnya, dapat diubah menjadi tenaga pembangkit listrik. Hal ini, sambungnya, sudah mulai banyak yang mengembangkan. Beberapa desa di Bali, menurutnya, sudah mulai melakukannya.
Untuk mewujudkan hal itu, setidaknya, Ali Yusuf menjelaskan, harus ada pasokan sampah sejumlah 10 ton perhari dengan hasil 32 ribu watt. Jika volume sampah lebih besar, tentu akan akan semakin banyak energi yang dihasilkan.
Selain menjadi pembangkit listrik, Ali Yusuf juga menyebut sampah bisa diubah jadi energi dalam bentuk biogas, bahan bakar kompor untuk masak. Jika jumlahnya besar dan ada alatnya bisa dirubah jadi pembangkit listrik.
Meskipun demikian, LPBINU masih kesulitan untuk mengubah sampah tersebut menjadi bahan bakar untuk kendaraan.
“Kalau untuk jadi bahan bakar motor itu prosesnya rumit. Masih susah ditembus,” kenangnya.
Pemerintah juga, menurutnya, akan mengembangkannya di Bantargebang (Tempat Pembuangan Akhir), Bekasi, Jawa Barat. (Syakir NF/Mahbib)