Jakarta, NU Online
Masyarakat adat telah terbukti selama ribuan tahun melakukan pemanfaatan alam secara tradisional tanpa menimbulkan kerusakan. Hal yang dilakukannya itu tetap mampu menjaga keanekaragaman hayati.
Hal itu diungkapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya saat memperingati Hari Keanekaragaman Hayati Sedunia yang jatuh pada tanggal 22 Mei ini, Selasa (22/5). Oleh karenanya, ia mengajak seluruh pihak untuk menanamkan arti penting kelestarian keanekaragaman hayati kepada keluarga dan lingkungan sekitar.
"Kita tanamkan nilai-nilai untuk menjaga, merawat, dan melestarikan keanekaragaman hayati di sekitar kita. Kepada kalangan swasta, agar dapat meningkatkan kualitas program kemitraan dengan masyarakat setempat untuk kelestarian keanekaragaman hayati lokal", kata Menteri Siti di Jakarta, seperti dilansir melalui siaran persnya di situs resmi KLHK.
United Nations Environment Programme (UNEP) menetapkan tema Hari Keanekaragaman Hayati Sedunia tahun ini adalah “Celebrating the 25th Year of The Implementation of the Convention on Biological Diversity”. Dengan hal itu, Menteri Siti berharap komitmen konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati dapat terus berlanjut.
Indonesia memiliki 17% total keanekaragaman hayati di dunia. Hutannya merupakan rumah bagi 13 persen mamalia dunia, 14 persen spesies reptil dan amfibi, 17 persen spesies burung, serta lebih dari 10.000 spesies pohon. Maka tak aneh jika Indonesia disebut sebagai negara mega-biodiversitas.
"Tercatat kita memiliki sejumlah 5.319 fauna laut terdiri dari Echinodermata 557, Polychaeta 527, Krustasea 309, karang 450 dan ikan 3.476. Jumlah jenis biota yang terdata di perairan laut Indonesia baru berkisar 6.396 jenis termasuk data tumbuhan seperti mangrove, alga dan lamun", terang Menteri Siti. (Syakir NF/Mahbib)