Nasional

Akademisi Nilai Perlunya Standarisasi Materi Pelajaran Agama

Selasa, 12 April 2016 | 14:32 WIB

Jakarta, NU Online
Akademisi UIN Syarif Hidayatullah Dr Zubair MAg menilai perlu ada standardisasi materi pelajaran agama Islam yang didasarkan pada ajaran yang benar dan tidak dibatasi oleh panafsiran tertentu yang justru lebih tertutup dan tidak toleran.

"Selama ini monitor negara ke lembaga pendidikan lebih fokus ke masalah administrasi saja, tapi kurang melihat substansi materi yang diajarkan. Jadi harus ada akreditasi dalam pengajaran agama Islam," kata Zubair di Jakarta, Selasa.

Menurut Zubair, standardisasi materi pelajaran agama Islam diperlukan untuk meluruskan sekaligus mencegah penyebarluasan ajaran yang keliru di kalangan pelajar yang menumbuhsuburkan radikalisme.

"Saya rasa pencegahan lebih penting dalam mencegah masuknya paham radikal terorisme daripada kita kecolongan," kata Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Kerjasama UIN Syarif Hidayatullah itu.

Ia menegaskan bahwa Islam adalah agama yang penuh kasih sayang dan rahmat, bukan agama yang mengajarkan kekerasan, apalagi menyakiti dan membunuh. Islam juga tidak pernah memaksa-maksa orang untuk mengikutinya. 

"Itu beda sekali dengan para pelaku terorisme yang selalu memaksa orang lain untuk mengikuti paham mereka. Ironisnya, mereka mengaku Islam, tapi paham Islam hanya sepotong-sepotong dan tidak melihat bahwa Islam itu agama yang rahmatan lil alamin," katanya.

Zubair mengakui bahwa terdapat banyak mazhab dalam Islam, tapi antarmazhab itu seragam tentang tujuan dan cita-cita Islam, yakni sebagai agama yang rahmatan lil alamin.

Meski demikian, menurut Zubair radikalisme dan terorisme tidak hanya disebabkan pemahaman agama Islam yang sepotong- sepotong, namun juga karena faktor ekonomi, sosial, psikologi, dan lainnya.

Hal senada diutarakan Rais Syuriyah PBNU Dr KH Zakky Mubarak MA. Menurutnya, radikalisme agama selain disebabkan kekeliruan dalam memahami ajaran agama juga disebabkan faktor nonagama.

"Sebagian lain ada yang menggunakan agama untuk kepentingan-kepentingan pribadi, kelompok, atau kepentingan politik. Dengan mengatasnamakan agama, mereka meyakini akan dapat mempengaruhi banyak orang, sehingga ambisinya dapat diwujudkan," katanya.

Menurut Zakky, pencegahannya adalah dengan jalan memberikan pemahaman agama secara utuh, integral, dan komprehensif sehingga ajaran agama itu tidak dipahami secara parsial yang mengakibatkan terjadi kesalahpahaman. 

"Langkah berikutnya adalah memberikan informasi kepada umat beragama agar tidak mudah diprovokasi oleh kelompok ini, sehingga rencana mereka akan gagal," kata Zakky.

Menurutnya, agama dan nasionalisme tidak dapat dipisahkan, karena agama memerlukan tanah air bagi para pemeluknya, dan tanah air juga memerlukan agama untuk membimbing rakyatnya. 

"Dengan rasa nasionalisme dan rasa keagamaan yang tinggi, akan saling menguatkan satu sama lain sehingga dapat membentuk kehidupan bangsa yang unggul, berkualitas, dan dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain," katanya. (Antara/Mukafi Niam)