Nasional JELANG MUKTAMAR KE-33 NU

Argumentasi Penolakan Ahlul Halli wal Aqdi Tidak Berdasar

Senin, 1 Juni 2015 | 14:04 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Panitia Muktamar Ke-33 NU H Slamet Effendi Yusuf mempersoalkan validitas argumentasi penolakan atas konsep berikut mekanisme Ahlul Halli wal Aqdi untuk diberlakukan di Muktamar NU Agustus ini. Slamet menganggap penolakan Ahlul Halli oleh sejumlah cabang itu lebih didasarkan pertimbangan politis.
<>
“Kita harus memerhatikan apa dasar setuju atau menolak penerapan Ahlul Halli ini. Apakah lebih bersifat politis atau memiliki dasar keilmuan yang memadai,” ujar Slamet menceritakan pengalamannya di sejumlah cabang NU yang menolak Ahlul Halli.

“Kalau kita perdalam alasan penolakannya, mereka jawab ‘Pokoknya tidak’,” cerita Slamet dalam rapat harian Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU pekan lalu.

Pada Munas NU pertengahan Juni 2015 ini, para pengurus harian Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU akan melaporkan bahwa tugas PBNU untuk menyusun konsep mekanisme Ahlul Halli sesuai amanah Munas NU sebelumnya, sudah selesai.

“Kita ingatkan para pengurus wilayah di Munas nanti bahwa konsep Ahlul Halli ini berurusan dengan sesuatu yang fundamental untuk membuat NU sebagai jam’iyah diniyah, bukan siyasiyah. Keinginan kita bersama ialah mengangkat Rais Aam yang hebat, berwibawa, wir’oi, dan bahkan kita menginginkan Rais Aam yang tidak menghendaki diri untuk menjadi Rais,” kata Slamet.

Slamet mengingatkan teladan para guru-guru perihal imam di masjid. Ketika adzan tiba, mereka saling mempersilakan satu sama lain untuk menjadi imam. “Para kiai kita mempraktikkan ini dalam memilih Rais Aam NU.”

Ia lalu menceritakan kembali pengalamannya menghadiri Muktamar. Kiai Ali Maksum, Slamet menyambung, pernah pulang dari Muktamar di Kaliurang ke Krapyak hanya karena takut dipilih jadi Rais Aam. Kiai Mahrus juga pulang ke Kediri, takut dipilih.

Bahkan Kiai Ali Maksum mengatakan seperti penuturan Slamet, “Kalau ada sebiji dzarroh saja kehendak ingin menjadi Rais Aam, maka orang lain tidak boleh memilih saya.”

“Begitu juga soal Kiai Wahab dan Kiai Bisri. Inikan sering kejadian di masjid kita ketika hendak sembahyang. Para guru kita saling mempersilakan sesamanya untuk menjadi imam. Mari kita kembalikan kepada seperti ini,” pungkas Slamet.

Sementara Prof DR Maksum Mahfudz mengatakan, Ahlul Halli ini hakikatnya lebih pada membangun supremasi syuriyah di masing-masing cabang dan wilayah NU. (Alhafiz K)