Nasional

Banyak Korupsi di BUMN, Pengawasan dari Publik Sangat Penting

Selasa, 13 Agustus 2019 | 14:00 WIB

Banyak Korupsi di BUMN, Pengawasan dari Publik Sangat Penting

Ketua Direktur HICON dan Policy Strategies Hifdzil Alim (paling kanan).

Jakarta, NU Online
Badan Usaha Miliki Negara (BUMN) tengah menjadi sorotan publik. Pasalnya, beberapa nama yang menempati jabatan penting di BUMN tersandung kasus korupsi. Naman-nama tersebut di antaranya Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Y Agussalam, Direktur Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Wisnu, dan Direktur Utama (Dirut) PT PLN nonaktif Sofyan Basir tersandung kasus korupsi.
 
Direktur HICON dan Policy Strategies Hifdzil Alim menyatakan perlu adanya pengawasan dari publik terhadap BUMN untuk mengawasi sektor-sektor privat yang dibiayai oleh negara melalui penyertaan modal.
 
“(Pengawasan dari publik) Itu sangat penting. Misalnya masyarakat diberikan akses pengawasan ke BUMN, BUMD juga masyarakat juga diberikan laporan berkala, sehingga ketika pendapatan (pejabat) tinggi, berarti akses-akses pengawasan itu juga harus dibuka. Jadi omong kosong bagi saya, pendapatan tinggi, tetapi akses ditutup,” kata Hifdzil saat mengisi Diskusi Publik di Unusia Jakarta, Selasa (13/8). Dikusi ini mengusung tema BUMN dalam Lingkaran Korupsi.
 
Sebab, katanya, kasus korupsi yang menimpa para petinggi BUMN mematahkan teori yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan seorang pejabat, seharusnya semakin turun tingkat korupsinya. Untuk itu, sambungnya, dorongan pendapatan yang tinggi pada pejabat tidak lagi menjadi solusi yang efektif dalam mencegah tindak pidana korupsi. 
 
“Direksi, komisaris misalnya yang pendapatannya tinggi, tapi potensi korupsinya juga tinggi. (Ini) Karena pendapatannya tinggi itu berbanding lurus dengan situasi yang dihadapi. Karena pendapatan tinggi maka gaya hidupnya tinggi, seperti (penampilan ketika) harus bertemu pejabat,” katanya.
 
Selain itu, menurutnya, para petinggi BUMN juga terbebani karena adanya setoran (uang) kepada pihak-pihak tertentu saat pendaftaran di BUMN atau agar jabatannya aman.
 
“Misalnya pendapatan 150 juta, maka setoran bisa nyampe 40 persen, gaya hidupnya naik. Jadi sebetulnya dia tidak mendapatkan apa-apa,” ucapnya.
 
Ia menjelaskan, negara membentuk BUMN bertujuan untuk meningkatkan ekonomi negara, yang kemudian keuntungannya diperuntukkan bagi masyarakat. Namun sayangnya, yang terjadi dalam proses pemilihan seseorang untuk menempati jabatan tertentu, sepertinya tidak lepas dari kepentingan politik.
 
Padahal idealnya tidak boleh ada kepentingan politik untuk menentukan direksi atau komisaris, tapi harus murni kepentingan sosial dan ekonomi, sehingga tujuan negara membuat BUMN di sektor privat untuk mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya yang kemudian dipruntukkan untuk rakyat itu bisa tercapai.
 
“Andai pun ada kepentingan politik, seharusnya dalam bagi-bagi kursi (hasil politik) tidak boleh lebih dari setengahnya. Misalnya, kalau ada jabatan direksi dibutuhkan 5 orang, maka bagi-bagi kursinya jangan sampai 4 dari politik, 1 profesional. Jangan begitu.  Mestinya ya yang bagi-bagi kursi 1, yang profesional 4,” terangnya. (Husni Sahal/Muchlishon)