Nasional

Bukan Balas Dendam, KH Hambali Malah Rangkul PKI

Rabu, 7 Februari 2018 | 08:45 WIB

Cirebon, NU Online
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, warga NU kehilangan salah seorang kiainya, sebab Pengasuh Pesantren As Salafiyah, Bodelor, Plumbon, Cirebon KH Hambali berpulang ke rahmatullah, Rabu, (6/2). Kiai yang lahir pada tahun 1936 itu memiliki banyak teladan yang perlu ditiru.  

Menurut H. Faiz Amin, salah satu putra almarhum menuturkan, ayahnya dikenal sebagai perangkul eks PKI. Menurut dia, dulu di Kecamatan Plumbon, Cirebon terdapat dua desa, Bodesari dan Bodelor. Bodesari adalah desa maju, pusat perekonomian. Sayang, desa ini mayoritas penduduknya adalah PKI. Sedangkan desa Bodelor yang berada di sebelahnya, tertinggal. Meskipun demikian, masyarakat Bodelor menurut pada petuah kiai dalam urusan sosial kemasyarakatan. 

"Jadi kalau ada masyarakat Bodelor lewat Bodesari yang sarang PKI, ditanya, kalau bukan PKI dihajar. Jadi suasana kala itu antara Bodelor dan Bodesari begitu mencekam," kisah Gus Faiz. 

Bahkan, Kiai Hambali adalah orang yang paling dicari PKI karena pengaruh keagamaannya pada masyarakat begitu kuat. Karena itulah ia sempat bersembunyi di semak-semak padi untuk menyelamatkan diri dari kejarkan PKI. 

Setelah PKI mulai tumbang di mana-mana, Kiai Hambali merasa mendapatkan momentum. Bukan untuk berbalas dendam, tapi untuk membalas budi. Semua orang PKI Bodesari yang ingin selamat, diminta berkumpul di Bodelor di bawah jaminan Kiai Hambali. Hal ini cukup ampuh untuk diikuti mengingat, Kiai Hambali merupakan orang paling berpengaruh di Bodelor. 

"Lho Kiai, apakah ini bukan momen tepat untuk membalas orang yang dulu menzalimi kita? Kok malah kita amankan mereka sekarang?" tanya masyarakat sekitar. 

Kiai Hambali mempunyai maksud lain. Madrasah yang selama ini sudah ia rintis masih menumpang di rumah-rumah warga. Selepas PKI tidak punya taring, selain jaminan keamanan, Kiai Hambali meminta mereka bekerja mendirikan madrasah tanpa bayaran. 

Lebih dari 3 hektar lahan wakaf warga siap didirikan madrasah. Dengan begitu, ada hubungan timbal balik antara kedua belah pihak. Eks PKI aman, Kiai Hambali dapat tenaga gratis. Dan berikutnya, Kiai Hambali baru memberi pengajaran-pengajaran ilmu agama Islam sedikit demi sedikit kepada mereka. 

Sampai sekarang, hubungan antara dua desa tersebut terjaga romantis. Bahkan banyak anak-anak eks PKI yang menjadi pengusaha besar menjadi donatur Pondok Pesantren As-Salafiyah yang didirikan Kiai Hambali. 

"Ini semata-mata sebagai bentuk ungkapan terima kasih anak eks PKI kepada orang yang dahulu telah menyelamatkan ayah mereka. Abah bukan membalas dendam, tapi membalas budi," terang alumnus Universitas Al Ahqaf, Yaman ini.  

Atas kerja sama antara kedua belah pihak ini, Yayasan yang didirikan Kiai Hambali saat ini mempunyai 2 ribu siswa yang masih aktif belajar. 

Tercatat, kiai yang wafat di usia 82 tahun ini merupakan alumni Pesantren asuhan Kiai Ihsan, Jampes, Kediri, penyusun kitab Sirojuth Tholibin, syarah Minhajul Abidin dan Pesantren Babakan, Ciwaringin, Cirebon. 

Kiai Hambali merupakan salah satu dari tiga santri Kiai Ihsan yang masih hidup hingga sekarang. Selepas dia, sekarang tinggal dua orang yang masih hidup. 

Ribuan pelayat hadir melakukan penghormatan terkahir di antaranya KH Mustofa Aqil Siroj (Kempek), KH Aziz Syairozi (Pesantren Babakan Ciwaringin), Abuya Bisri (Gedongan) Kiai Ubaid (Tegal). 

Selamat jalan, Kiai. Semoga husnul khotimah. Amin… (Ahmad Mundzir/Abdullah Alawi)