Nasional

Cara Gus Dur Ayomi Rakyat: Hindari Otoritarianisme melalui TNI dan Polisi

Jumat, 28 Maret 2025 | 13:00 WIB

Cara Gus Dur Ayomi Rakyat: Hindari Otoritarianisme melalui TNI dan Polisi

Gus Dur mengayomi rakyat, hindari otoritarianisme dengan TNI dan Polisi. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Akademisi dari Pusat Studi Agraria IPB University Rina Mardiana membeberkan cara Presiden Keempat RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam mengayomi rakyat, sehingga tindakan Gus Dur kala itu membuat rakyat nyaman dengan menghindari otoritarianisme yang menggunakan kekuatan dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan polisi.


"Kita lihat bagaimana Gus Dur memimpin dengan sangat-sangat berkemanusiaan merasa nyaman dan warga diayomi," katanya dalam diskusi daring Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik dikutip NU Online, pada Kamis (27/3/2025).


Berbanding terbalik dengan semangat Gus Dur, Rina menyoroti potensi kembalinya kekuatan militer melalui pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI dan RUU Polri yang kini kembali dibuka perbincangannya oleh pemerintah dan DPR.


"Ini yang paling aku dikhawatirkan adalah kata Sukarno ketika negara telah merdeka kemudian penjajahannya berubah menjadi bangsa sendiri," katanya.


Sama seperti Rina, Koordinator Nasional Gusdurian Alissa Wahid juga mengutip prinsip yang diterapkan oleh Gus Dur dalam kepemimpinannya, yaitu tasharruf al-Imam 'ala al-ra'iyyah manuthun bi al-maslahah, pemimpin harus menjalankan tugasnya dengan berlandaskan pada kemaslahatan untuk rakyat. 


Menurut Alissa, setiap kebijakan yang dijalankan oleh pemimpin harus bertujuan untuk kesejahteraan rakyat, bukan semata-mata untuk meningkatkan pendapatan negara. Meskipun peningkatan pendapatan negara bisa menjadi efek samping yang baik, namun itu tidak boleh mengorbankan kepentingan rakyat.


"Keputusan kebijakan yang dijalankan oleh pemimpin haruslah sepenuhnya untuk kesejahteraan atau kebaikan hidup rakyat. Jadi bukan untuk meningkatkan penghasilan negara, bukan. Tapi untuk kebaikan hidup rakyat," katanya.


Alissa juga mengingatkan bahwa cita-cita kemerdekaan Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar (UUD) adalah untuk mencapai kemakmuran dan kedaulatan rakyat. Baginya, hal itu adalah landasan yang perlu dipertahankan, yaitu rakyat yang adil, makmur, dan sentosa, bukan negara yang adil, makmur, dan sentosa.


"Peningkatan penghasilan negara itu efeknya nanti untuk kesejahteraan rakyat tetapi itu tidak boleh mengorbankan kepentingan rakyat bagaimana proyek itu berada," terangnya.


Perlu diketahui, gejolak pemerintah untuk kembali menguatkan aparat untuk mengisi di tempat-tempat sipil terus menguat. Terbaru, RUU TNI yang telah dan RUU Poliri yang akan disahkan DPR meski penolakan terjadi dimana-mana hingga saat seperti dilakukan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia (SI) dan Koalisi Masyarakat Sipil di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat.


Dalam pengamanan setiap aksi demo, polisi sering kali menggunakan kekerasan tanpa ampun dan rasa malu. Banyak video yang tersebar di dunia maya menunjukkan perlakuan tersebut terhadap rakyat sipil, mahasiswa, jurnalis, hingga tenaga medis. 


Salah satu contoh kasus yang terbukti adalah pengeroyokan yang salah sasaran terhadap korban ojek online pada Kamis (20/3/2025). Selain itu, polisi juga terlihat memukuli mahasiswa saat membubarkan aksi demo di Jakarta, Malang, Surabaya, dan Semarang. Berdasarkan laporan Aliansi Jurnalis Indonesia, tercatat ada 18 jurnalis yang menjadi korban kekerasan selama meliput gelombang aksi penolakan RUU TNI.