Nasional

Dai Perlu Padukan Kecerdasan Emosional dan Spiritual dalam Berdakwah

Kamis, 13 Maret 2025 | 10:30 WIB

Dai Perlu Padukan Kecerdasan Emosional dan Spiritual dalam Berdakwah

Ketua LD PBNU KH Abdullah Syamsul Arifin dalam kegiatan Dakwah Sphere di Plaza PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta pada Rabu (11/3/2025). (Foto: dok. LD PBNU)

Jakarta, NU Online

Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) KH Abdullah Syamsul Arifin mengatakan dai atau pendakwah perlu meningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual dalam berdakwah dengan tujuan isi materi yang disampaikan dapat menyentuh hati umat.


“Berdakwah harus yang ramah bukan dakwah yang marah-marah yang sesuai dengan karakter dakwah di NU. Para dai tidak hanya pada aspek pengetahuan peningkatan kecerdasan intelektual saja,” ujar Gus Aab, sapaan akrabnya dalam kegiatan Dakwah Sphere di Plaza PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta pada Rabu (11/3/2025).


“Tetapi harus berimbang antara peningkatan kecerdasan emosional dan spiritual sehingga aktivitas dan kegiatan dakwah yang dilakukan itu betul-betul ada pengaruhnya, membekas, dan mampu menyentuh terhadap hari umat sehingga ada gairah menjadi lebih baik,” lanjutnya.


Gua Aab menyampaikan bahwa ulama terdahulu ketika berdakwah hanya dua sampai tiga menit, namun isi materi yang disampaikan menyentuh hati umat.


“Ulama dulu itu kadang-kadang taushiyah tidak lebih dari dua atau tiga menit tapi begitu mengena di hati masyarakat, mampu memberikan asar (bekas) yang cukup kuat dan dapat menjadikan umat lebih baik serta jera dari hal-hal yang tidak tidak baik,” katanya.


Ia mencontohkan perilaku Syaikhona Kholil Bangkalan yang menasihati anak kecil untuk berhenti memakan banyak gula karena orang tuanya sudah tidak bisa menasihati anaknya.


“Orang tua anak kecil ini membawa anaknya kepada Syaikhona Kholil, kemudian Syaikhona Kholil menyuruh orang tua dan anaknya pulang, dan kembali lagi satu minggu kemudian. Selama satu minggu anaknya ini justru makin banyak makan gulanya, dan setelah satu minggu mereka kembali ke Syaikhona Kholil,” ucapnya.


“Syaikhona Kholil hanya menasihati anak kecil itu ‘berhenti makan gula ya nak’, lantas anak tersebut berhenti, tidak mau lagi makan gula. Di balik itu ternyata Syaikhona Kholil selama seminggu berhenti tidak makan guna, tidak makan gula sama sekali karena akan memerintahkan seseorang untuk berhenti tidak makan gula,” lanjutnya.


Gus Aab menambahkan dari kisah tersebut bahwa pendakwah harus memiliki kecerdasan emosional dan spiritual.


“Para dai tidak hanya sekedar pada kemampuan retorika kemudian penguasaan materi pemahaman terhadap medan (panggung) dan metode tetapi ada bagian penguatan-penguatan emosional dan spiritual yang harus dimiliki oleh para dai,” ungkapnya.