Demi Kongres, Kader IPNU Papua Barat Rela Diombang-ambingkan Ombak Laut Selama 6 Hari
Sabtu, 13 Agustus 2022 | 16:00 WIB
Kader IPNU kota Sorong, Papua Barat di arena Kongres XX IPNU di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Jumat (12/8/2022). (Foto: NU Online/Suwitno)
Aru Lego Triono
Penulis
Jakarta, NU Online
Kongres merupakan agenda permusyawaratan tertinggi tiga tahunan bagi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Forum ini dihadiri oleh masing-masing perwakilan dari pimpinan wilayah (PW) dan pimpinan cabang (PC) IPNU seluruh Indonesia.
Tak terkecuali Muhammad Rifa’i Gogobah, seorang kader IPNU dari Kota Sorong, Papua Barat yang baru kali ini bisa menghadiri kongres. Demi bisa menghadiri Kongres XX IPNU di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Rifa’i harus menikmati rasanya diombang-ambingkan ombak di tengah lautan selama enam hari.
“Jadi, kami selama 6 hari terombang-ambing di laut,” kata Rifa’i kepada NU Online, Jumat (13/8/2022).
Baca Juga
Tema dan Logo Kongres XX IPNU
Perjalanan panjang ini dimulai dari Pelabuhan Sorong, Papua Barat pada Sabtu (6/8/2022). Ia memilih menggunakan Kapal Pelni KM Labobar sebagai angkutannya. Kapal tersebut akan mengantarkannya sampai Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya, Jawa Timur.
Namun, kapal tersebut tidak langsung melintas ke tengah kepulauan Nusantara untuk sampai di Jawa, melainkan transit di beberapa tempat. Dari Bumi Cendrawasih, kapal yang ditumpanginya itu menepi di Ternate, Maluku Utara. Kemudian, kapal bergerak kembali menuju Bitung di Sulawesi Utara.
Setelah itu, nakhoda Labobar mengarahkan kemudinya ke Kota Palu, Sulawesi Tengah melintasi laut Sulawesi yang berbatasan langsung di Negara Filipina. Kemudian, kapal bergerak lagi kea rah barat untuk menurunkan jangkarnya di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Terakhir, kapal yang memuat ribuan penumpang itu berjalan melintang ke selatan melintasi Laut Jawa guna sampai di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Rifa’I dan rekannya tiba di Kota Pahlawan itu pada Kamis (11/8/2022) Subuh.
Untuk perjalanan panjang itu, ia harus merogoh kocek sekitar Rp 1,6 juta untuk tiket dan bekal di kapal. Satu tiket perjalanan dihargai Rp 615 ribu.
Selama perjalanan tersebut, Rifa’i merasakan agak mual karena gelombang ombak yang cukup besar dan belum terbiasanya kembali untuk perjalanan jauh berkendara kapal.
Dari ibukota Jawa Timur itu, Rifa’i dan rekannya dari Sorong melaju menuju Jakarta dengan menggunakan bus tujuan akhir Terminal Pulogebang, Jakarta Timur. Kemudian dilanjut dengan menumpang angkutan umum dari Pulogebang ke Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur.
Sistem baru peserta kongres
Kongres kali ini, panitia secara sangat ketat melakukan penyaringan. Sebelumnya, PP IPNU memang gencar melakukan klasterisasi dan akreditasi pada setiap cabang. Peraturannya, bagi cabang yang kurang masif dalam melakukan kaderisasi, maka tidak akan punya suara dan tidak berhak menjadi peserta penuh dalam kongres.
Menurut Rifa’i, persyaratan tersebut menjadi kendala tersendiri bagi IPNU yang berada di Indonesia bagian Timur, khususnya yang berasal dari Papua. Meski tidak mendapat hak menjadi peserta penuh dan memiliki suara dalam kongres, Rifa’i tetap merasa bersyukur karena sudah bisa menghadiri agenda kongres di Jakarta. Hal tersebut juga menjadi motivasi dan introspeksi bagi kepemimpinannya di IPNU Kota Sorong.
“Jadi pelajaran, lebih disiplin lagi soal informasi dari pusat, lebih digenjot dari semangat kaderisasi, khususnya IPNU Kota Sorong. Kami introspeksi diri untuk lebih sejauh ini sudah bergabung di IPNU selama ini,” kata pria yang tengah studi Bimbingan Penyuluhan Islam di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sorong itu.
Gambaran IPNU di Kota Sorong
Rifa’i menggambarkan, IPNU dan IPPNU di Kota Sorong saat ini berjalan lancar. Beberapa waktu lalu sempat mengadakan Masa Kesetiaan Anggota (Makesta). Rencananya, selepas kongres ini, PC IPNU Kota Sorong akan mengadakan Latihan Kader Muda (Lakmud) dan pembentukan dua pimpinan anak cabang.
“Basis kaderisasi di sana, sekolah dan mahasiswa. Pesantren belum, hanya sekolah menengah atas dan jenjang perguruan tinggi. Kegiatan di sana selama ini, kita mengadakan Makesta-Makesta saja dan perayaan hari-hari besar seperti Isra Miraj, maulid Nabi, halal bihalal dan pengajian rutin bulanan,” jelasnya.
Agenda-agenda yang digelar itu dipusatkan di tengah kota. Sementara kader-kader yang ada di pelosok Kota Sorong, terutama di daerah kepulauan, harus terlebih dulu menyeberang menggunakan perahu untuk datang ke kota mengikuti kegiatan-kegiatan seperti Makesta. Terhitung, jumlah kader di sekitar kepulauan ada sekitar 50 orang. Sementara di kota ada lebih dari 100 kader.
Sayangnya, meskipun PC IPNU Kota Sorong sudah aktif mengadakan kegiatan-kegiatan, termasuk kaderisasi dan peringatan hari-hari besar Islam, tetapi PW IPNU Papua Barat justru mati secara organisasi.
“PW IPNU sempat terbentuk, namun ada satu dan lain hal yang membuat kita sempat tidak lanjut lagi, tapi insyaallah selepas kongres nanti (PW IPNU Papua Barat) dibentuk lagi,” ungkap Rifa’i.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Syakir NF
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua