Nasional BEDAH NOVEL

Dua Barista, dari Poligami hingga Khazanah Pesantren Salaf Nusantara

Sabtu, 22 Agustus 2020 | 17:30 WIB

Dua Barista, dari Poligami hingga Khazanah Pesantren Salaf Nusantara

Bedah novel Dua Barista karya Najhaty Sharma. (Foto: Dok. DSC)

Jakarta, NU Online
Sejak pertama peluncuran, novel Dua Barista karya Najhaty Sharma masih terus diperbincangkan dan diulas di berbagai media. Oleh karena itu, Dunia Santri Community (DSC) pun tak mau ketinggalan untuk turut membedah dan mendiskusikannya.


Hal tersebut dikatakan founder DSC, Abdullah Hamid, saat didaulat berbicara pada peluncuran dan bedah buku novel Dua Barista yang digelar secara daring, Sabtu (22/8).


"Ini merupakan bedah buku ke-4 yang digelar oleh Dunia Santri Community. Saat ini kami membedah novel Dua Barista karya Ning Najhaty Sharma, anggota DSC," kata Hamid, sapaan akrabnya. 


Selain dihadiri penulis novel Dua Barista Najhaty Sharma, bedah buku yang dimoderatori oleh founder Perempuan Membaca, Iffah Hanifah, tersebut juga menghadirkan beberapa narasumber. Antara lain founder Fahmina Institute KH Husein Muhammad, admin Ngaji Ihya' online Ienas Tsuroiya, dan Kasat Korwil Garda Fatayat NU DIY Fetra Nur Hikmah.


Sang penulis novel, Najhaty Sharma, saat memaparkan visi-misi penulisan Dua Barista mengatakan, meskipun karyanya itu terkonstruksi sebagai novel poligami, namun sebenarnya banyak membahas khazanah pesantren salaf.


Perempuan yang kerap disapa Ning Haty ini juga menyebutkan, bahwa banyak sekali hal menarik dari pesantren yang perlu diketahui dan dikenal khalayak umum. Sebab itu, Dua Barista juga mengenalkan khazanah pesantren nusantara. 


Menanggapi konstruksi Dua Barista sebagai novel tentang poligami, Buya Husein menjelaskan bahwa pada dasarnya poligami bukanlah budaya Islam. Sebab, poligami sudah ada jauh sebelum Islam hadir. 


"Tujuan utama atau primernya pernikahan adalah rekreasi. Sedangkan tujuan sekundernya adalah prokreasi sekaligus sebagai anugerah," lanjut pria yang akrab disapa Buya Husein ini.

Buya Husein menjelaskan, bahwa tujuan pernikahan tidak hanya untuk mendapat keturunan. Sehingga jika tidak dapat menghasilkan keturunan, bukan berarti layak untuk dimadu.

Selanjutnya, admin Ngaji Ihya' online Ienas Tsuroiya menyampaikan apresiasinya kepada Najhaty Sharma yang dianggap berhasil mengungkap sisi lain dari poligami dengan apik. 


"Harapan saya ke depan, semoga sastra pesantren bisa disejajarkan dengan penulis-penulis besar lainnya," harap perempuan yang akrab disapa Ning Ienas tersebut.


Senada dengan Ning Ienas, Kasat Korwil Garda Fatayat DIY Fetra Nur Hikmah juga mengapresiasi penulis novel tersebut. Bagi dia, Najhaty Sharma berhasil mengangkat status dan eksistensi para khadim khadimah (aspri Kiai dan Bu Nyai) yang selama ini posisinya sangat penting. Namun, sering terlupakan. 


Pantauan NU Online, bedah buku terus berlanjut dengan gayeng dan hangat. Para peserta yang berasal dari berbagai daerah tersebut saling melontar komentar dan aneka pertanyaan. 


Kontributor: Nila Zuhriah
Editor: Musthofa Asrori