Nasional

FGD Pemetaan 100 Pesantren Tua di Indonesia: Melacak Sejarah dan Ajaran Pesantren Pertama

Rabu, 8 Maret 2023 | 22:31 WIB

FGD Pemetaan 100 Pesantren Tua di Indonesia: Melacak Sejarah dan Ajaran Pesantren Pertama

Focus Group Discussion (FGD) Pemetaan 100 Pesantren Tua di Indonesia, di Jakarta, Rabu-Jumat (8-10/3/2023) (Foto: NU Online/Ivan)

Jakarta, NU Online

Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (Ditpdpontren) Kemenag RI menggelar Focus Group Discussion (FGD) Pemetaan 100 Pesantren Tua di Indonesia, di Jakarta. Kegiatan yang akan berlangsung selama dua hari, Rabu-Jumat (8-10/3/2023) itu dihadiri oleh sejumlah civitas akademika pesantren dari lingkungan NU dan Muhammadiyah.


Direktur Ditpdpontren, H Waryono Abdul Ghofur mengatakan bahwa kegiatan ini digelar untuk melacak sejarah dan awal mula ajaran pesantren pertama di Indonesia.


“Jadi, pemetaan pesantren tua ini sekaligus menegaskan sistem pendidikan atau pembelajaran ala pesantren, dinamika, dan perkembangannya seperti apa,” ujar Waryono.


Kegiatan ini juga bertujuan untuk melacak founding father (tokoh pendiri) pesantren pertama di Indonesia, apakah kehadirannya bersamaan dengan kedatangan Islam di nusantara.


“Ini kan ada dua versi, ada yang mengatakan abad ke-13 ada juga yang bilang abad ke-7,” ucapnya.


Berdasarkan sejarah yang ia cermati, hadirnya Islam di nusantara dan keberadaan para sunan atau Walisongo, selisihnya cukup jauh. Contohnya, Sunan Kalijaga lahir 1450 M alias abad ke-15.


“Jadi, kalau pendapat mengatakan Islam datang abad ke-14 kemudian yang mendirikan pesantren adalah para wali maka ada jeda yang cukup panjang, antara penyebaran Islam dengan pendirian lembaga,” kata dia.


Tujuan lain dari kegiatan ini menurutnya bukan hanya untuk melacak keberadaan atau letak pesantren tertua di Indonesia yang sebenarnya. Namun, lebih jauh ingin melacak ajaran pertama pesantren yang ada di Indonesia.


“Untuk mengkompilasi atau mengumpulkan karya-karya ulama nusantara sekaligus kita menemukan jejaring ulama nusantara itu luar biasa. Tidak terputus,” tutur Waryono.


Apalagi jika hal tersebut, tambah dia, bisa menghubungkan silsilah keilmuan (sanad) yang kemudian diterminkan oleh PBNU. Dari mulai Rasulullah saw sampai kepada para ulama di Indonesia.


“Intinya untuk membuktikan bahwa rujukan belajar Islam bersanad. Sanad bagi kalangan pesantren sangat penting sebagai pertanggungjawaban otoritatif,” tandas dia.


Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Muhammad Faizin