Muhammad Syakir NF
Penulis
Jakarta, NU Online
Umat Islam dianjurkan untuk menjalankan ibadah puasa pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Namun, bagaimana dengan orang yang masih memiliki utang puasa Ramadhan, baik karena berhalangan haid, nifas, sakit, ataupun perjalanan, apakah diperbolehkan menjalankan keduanya dalam satu kali puasa?
Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) Alhafiz Kurniawan menjelaskan bahwa orang yang membayar puasa di hari yang disunnahkan berpuasa, tidak saja menggugurkan utang puasanya, tetapi juga mendapatkan keutamaan puasa sunnahnya.
“Qadha puasa Ramadhannya tetap sah. Sedangkan ia sendiri tetap mendapatkan keutamaan yang didapat oleh mereka yang berpuasa dengan niat puasa sunnah Arafah,” tulisnya dalam artikel berjudul Hukum Qadha Puasa Ramadhan Digabung dengan Puasa Tarwiyah dan Puasa Arafah yang dikutip NU Online pada Senin (19/6/2023).
Alhafiz menjelaskan, Syekh Zakariya Al-Anshari dalam kitab Asnal Mathalib Juz V, mengutip Al-Barizi menyebut bahwa orang yang berpuasa pada hari Asyura, misalnya, untuk qadha atau nazar puasa, maka ia juga mendapat pahala puasa sunnah hari Asyura. Pandangan ini disepakati oleh Al-Ushfuwani, Al-Faqih Abdullah An-Nasyiri, Al-Faqih Ali bin Ibrahim bin Shalih Al-Hadhrami. Pandangan tersebut merupakan pendapat yang mu’tamad.
Hal serupa, jelas Alhafiz, disampaikan Sayyid Bakri Syatha al-Dimyathi dalam Kitab I‘anatut Thalibin. Menurutnya, orang yang berpuasa pada hari-hari tertentu yang sangat dianjurkan untuk dipuasakan akan mendapatkan keutamaan sebagai mereka yang berpuasa sunnah pada hari tersebut, meskipun niatnya adalah qadha puasa atau puasa nazar.
Dijelaskan dalam kitab I’anatut Thalibin, bahwa di dalam Al-Kurdi terdapat nash yang tertulis pada Asnal Mathalib dan sejenisnya yaitu Al-Khatib As-Syarbini, Syekh Sulaiman Al-Jamal, Syekh Ar-Ramli bahwa puasa sunnah pada hari-hari yang sangat dianjurkan untuk puasa memang dimaksudkan untuk hari-hari tersebut. Namun, orang yang berpuasa dengan niat lain pada hari-hari tersebut, maka dapatlah baginya keutamaan. Ia menambahkan dalam Kitab Al-I‘ab. Dari sana, Al-Barizi berfatwa bahwa seandainya seseorang berpuasa pada hari tersebut dengan niat qadha atau sejenisnya, maka dapatlah keduanya, baik ia meniatkan keduanya atau tidak.
Meskipun demikian, Alhafiz menyarankan agar mereka yang memiliki utang puasa Ramadhan sebaiknya mengqadha utang puasanya terlebih dahulu. Setelah itu, mereka baru boleh mengamalkan puasa sunnah. Namun, jika utang puasa Ramadhan itu baru teringat jelang hari Arafah, sebaiknya ia membayar qadha puasanya di hari Arafah.
Sebagaimana diketahui, puasa di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah ini dianjurkan secara langsung oleh Nabi Muhammad saw melalui haditsnya. Bahkan, disebutkan Nabi bahwa puasa ini lebih baik daripada jihad fi sabilillah.
Rasulullah bersabda: “Tidak ada hari dimana amal shalih padanya lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini, yakni 10 hari pertama Dzulhijjah. Para sahabat bertanya: ‘Tidak juga dari jihad fi sabilillah?’ Beliau menjawab: ‘Jihad fi sabilillah juga tidak, kecuali seseorang yang keluar dengan diri dan hartanya lalu ia tidak kembali dengan satu pun dari keduanya.”
Pewarta: Syakir NF
Editor: Muhammad Faizin
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua