Nasional

Gagasan Awal Gus Yahya Inisiasi Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I

Jumat, 3 Februari 2023 | 18:15 WIB

Gagasan Awal Gus Yahya Inisiasi Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I

Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf menggelar acara Ngopi Bareng dengan Pemimpin Redaksi (Pemred) Media Nasional dan Koresponden Asing, di Lantai 8 Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164 Jakarta, pada Rabu (1/2/2023). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I akan digelar di Hotel Shangri-La Surabaya, Jawa Timur, pada Senin (6/2/2023). Agenda ini akan menghadirkan 15 ulama sebagai pembicara kunci, baik dari dalam negeri maupun mancanegara.


Diskusi pada Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I ini akan dibagi menjadi tiga termin, yakni termin pertama pada pukul 08.30-09.30 WIB. Kemudian termin kedua pada pukul 10.30-12.00 WIB dan termin ketiga pada pukul 14.00-16.00 WIB. 


Gelaran Muktamar Fiqih Peradaban I ini merupakan inisiasi dari gagasan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) yang memandang bahwa hingga saat ini, masih terdapat banyak masalah yang muncul dari agama. 


Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I adalah forum internal umat Islam di seluruh dunia yang merupakan lanjutan dari Forum Religion Twenty (R20) yang melibatkan para pemimpin agama-agama di dunia yang digelar pada November 2022 lalu. 


"Ini forum internal agama Islam untuk membicarakan hal-hal masalah di dalam Islam. Karena jelas di Islam ada masalah, terkait hubungan dengan kelompok-kelompok lain," jelas Gus Yahya, di Gedung PBNU, Jakarta, baru-baru ini. 


Gagasan awal serta alasan mengenai keharusan Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I ini digelar sebenarnya sudah ditulis secara gamblang oleh Gus Yahya di dalam buku Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama (2020: 65). Ia menuliskan sebuah bagian yang berjudul ‘Mengakui Masalah, Menemukan Solusi’. 


Menurut Gus Yahya, jika ingin membangun peradaban yang mulia maka NU perlu memberikan solusi terhadap masalah-masalah yang ada. Artinya, pertama-tama harus mau tahu bahwa ada masalah dan mau mengakui kalau itu masalah. Ia kemudian menjelaskan beragam masalah yang terjadi di dalam internal Islam, sehingga perlu adanya fiqih peradaban. 


1. Kedudukan Kafir

Gus Yahya menjelaskan, fiqih menyatakan bahwa orang kafir harus dimusuhi dan halal darahnya. Menurut Gus Yahya, aturan semacam itu akan menjadi masalah jika diterapkan pada hari ini sehingga perlu diakui sebagai masalah supaya bisa dipikirkan jalan keluarnya. 


2. Khilafah Cita-cita Politik Islam

Masalah berikutnya menurut Gus Yahya adalah soal fiqih yang mengatakan bahwa khilafah adalah cita-cita politik Islam yang paripurna, karena semua hal harus diarahkan kepada persatuan umat Islam di seluruh dunia dan dasarnya adalah wilayah. 


Gus Yahya menerangkan bahwa ada banyak aspek fiqih yang dasarnya adalah wilayah. Misalnya kalau ada mayat tidak dikenal, apakah wajib dirawat sebagai muslim atau tidak, pertimbangannya adalah wilayah di mana mayat itu ditemukan. Jika ditemukan di wilayah Islam maka wajib dirawat sebagai Muslim, tetapi kalau ditemukan di wilayah kafir maka tidak wajib. 


3. Hukum Syariah

Menurut fiqih, kata Gus Yahya, hukum harus mengikuti syariah. Syariah diformulasikan oleh para mujtahid yang memiliki kualifikasi dan dengan metodologi yang sudah ditetapkan. Tetapi masalahnya, umat Islam Indonesia saat ini hidup di negara nasional yang hukumnya dirumuskan oleh orang-orang yang bukan mujtahid. 


Gus Yahya pun menanyakan terkait kewajiban umat Islam untuk taat kepada hukum yang dibuat tidak persis dengan ketetapan syariah. Ini adalah masalah yang jika tidak ada jalan keluar berarti umat Islam di mana-mana wajib berontak kepada negara yang tidak menggunakan identitas Islam.


4. ISIS Orang Islam

Gus Yahya mengaku tidak setuju jika tentara Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) disebut sebagai kelompok di luar Islam. Menurut Gus Yahya, tentara ISIS adalah orang-orang Islam. Fiqih yang mereka anut sama dengan Ahlussunnah wal Jamaah, yaitu fiqih empat mazhab. 


Persoalannya, ISIS sangat bersikukuh membalas invasi Amerika dan memerlukan ideologi yang cukup kuat untuk melakukan itu. Lalu mereka menemukan sesuatu di dalam turats (fiqih klasik) dan memaksakan penerapan di dalam praktiknya. Walhasil, semua pakai dalil. Mulai dari potong tangan, perbudakan, bahkan membunuh atau menghukum mati. 


5. Mayat Teroris

Gus Yahya bercerita pernah diundang oleh Duta Besar Inggris di Jakarta untuk ikut di dalam gerakan menolak menshalati mayat para teroris. Tetapi Gus Yahya dengan tegas menolak. Bahkan ia berani menantang, apabila ada teroris di Inggris mati dan tidak ada satupun orang yang mau menshalati, maka Gus Yahya akan datang untuk shalat mayit. Sebab teroris yang dimaksud itu adalah Muslim. Kalau tidak dishalati, seluruh umat Islam di dunia ikut berdosa. 


6. Islam Moderat

Selanjutnya, Gus Yahya mengkritik konsep Islam moderat. Ia menyebut wasathiyah adalah konsep omong-kosong, karena seolah-olah ada Islam yang ghairu wasathiyah (tidak moderat). Dalam asumsi Gus Yahya, Islam moderat itu berarti berislam dengan hanya 50 persen. 


Konsep itu rentan disanggah oleh orang-orang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dengan konsep Islam kaffah, Islam yang bulat, Islam 100 persen. Mereka bilang, Islam moderat itu hanya 50 persen. Kalau begitu, Gus Yahya pun enggan memilih menjadi Islam yang hanya 50 persen itu.


7. Membela Muslim 

Berikutnya, aturan fiqih ketika terjadi konflik maka setiap Muslim wajib membela sesama umat Islam dan memerangi pihak yang memerangi kelompok Islam. Tetapi bagi Gus Yahya, apabila aturan itu tetap dilakukan saat ini maka akan dunia akan runtuh, tetapi kalau tidak dilakukan aturan fiqihnya mengatakan begitu. 


Masalah-masalah di atas itu, ditegaskan Gus Yahya, harus diakui sebagai masalah. Bahkan ia mengajak seluruh pihak untuk membicarakan masalah-masalah itu kepada dunia, agar kelak mendapatkan solusi demi membangun peradaban yang mulia di masa depan. 


“Kita harus akui sebagai masalah. Kita harus bicara kepada dunia tentang masalah-masalah ini supaya seluruh dunia ikut memikirkan jalan keluarnya,” ucap Gus Yahya dalam buku PBNU (2020: 68).


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad