Gus Baha: Jangan Berkecil Hati Jadi Umat Islam Indonesia
Sabtu, 8 Februari 2025 | 12:00 WIB
![Gus Baha: Jangan Berkecil Hati Jadi Umat Islam Indonesia](https://storage.nu.or.id/storage/post/16_9/mid/gus-baha-al-munawwir_1738989579.webp)
Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha). (Foto: dok. Pesantren Al-Munawwir Krapyak)
Syarif Abdurrahman
Kontributor
Sidoarjo, NU Online
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) menjelaskan bahwa umat Islam Indonesia tidak perlu berkecil hati karena lahir dan bertempat tinggal jauh dari Makkah maupun Madinah.
Karena Nabi Muhammad bukan hanya diutus Allah untuk bangsa Arab, melainkan seluruh umat manusia yang ada di dunia. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam surat Saba' ayat 28:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya: "Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui."
"Orang Sidoarjo, orang Indonesia tidak perlu berkecil hati. Nabi Muhammad diutus Allah buat semua," katanya saat hadir dalam majelis Sama' Hadits Shahih Bukhari di Pesantren Progresif Bumi Shalawat, Sidoarjo, Rabu (5/5/2025).
Dari firman Allah tersebut, kata Gus Baha, konsekuensinya akan ada orang Indonesia yang 'alim dalam bidang ilmu agama. Akan muncul seseorang yang fasih bicara Islam berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dengan syarat mau belajar.
"Makanya akan ada orang Indonesia yang alim, orang Uzbekistan yang 'alim, ada orang dari berbagai belahan dunia yang paham ilmu agama," imbuh Gus Baha.
Gus Baha menegaskan, pernyataannya ini bukan berarti tidak menghormati Makkah dan Madinah sebagai kota kelahiran Nabi dan bersemayamnya jasad Nabi. Ia meyakini dua kota tersebut mulia dan telah melahirkan banyak tokoh hebat. Namun, karena bicara Islam sebagai agama universal, maka Nabi Muhamammad bukan hanya milik dua kota tersebut.
"Kita hormat sama Madinah dan Makkah, cuma orang Indonesia tidak perlu kecil hati. Karena janji Allah, kaffah linnas," kata tokoh asal Rembang, Jawa Tengah ini.
Gus Baha lalu menjelaskan, catatan sejarah membuktikan bahwa Nabi Muhammad bukan untuk kelompok tertentu. Islam dijanjikan Allah akan eksis di mana pun tempatnya, kaffatan linnas. Maka sebagai realisasinya, akan selalu terdapat tokoh yang mencorong dalam keislaman dan keilmuannya di mana pun tempatnya.
Dibuktikan dengan orang paling otoriratif dalam keilmuan hadis adalah Imam Bukhari, orang Uzbekistan. Pakar ilmu nahwu adalah orang Kuffah dan Basrah, dua kota ini berada di Irak. Suhu dunia tafsir adalah Imam Qurtuby, orang Spanyol.
"Imam Bukhari itu Berbahasa Arab fushah, karena seringnya meriwayatkan hadits Rasulullah," ujarnya.
Gus Baha lalu merujuk ke catatan sejarah, setelah wafat Nabi Muhammad, banyak sahabat besar seperti Sayidina Ali dan Ibnu Mas'ud melakukan hijrah ke Irak. Waktu itu, keputusan ini disalahkan oleh sahabat lain, karena meninggalkan kota mulia.
Sahabat Anas bin Malik pindah ke Bashrah, seorang yang cukup banyak meriwayatkan hadits. Dari Tabi'in ada Imam Hasan Al-Bashri, yang hidup di Bashrah. Kemudian muncul pakar nahwu, Imam Sibawih, Imam Abu al- Aswad al-Du'ali.
Namun, dampaknya cukup besar. Sanad qiraah yang bagus dari jalur Ashim, ia mengambil dari Abdurrahman as-Sulami, Abdurrahman dari Sahabat nabi langsung, seperti Abdullah bin Mas'ud dan Sayidina Ali.
"Kuffah itu ajam (bukan Arab), tapi bahasanya mirip Quraisy, karena Sayidina Aly pindah ke sana. Bacaan al-Qur'an orang Kuffah mirip seperti suku Quraisy. Sedangkan Imam Nafi dan Ibnu Katsir, cara baca Al-Qur'an mirip Bani Tamim," bebernya.
Munculnya tokoh non-Arab dalam sejarah kebesaran Islam, menurut Gus Baha adalah bukti Allah menginginkan Islam jadi milik semua kelompok. Ilmu Islam juga ikut berkembang, selanjutnya perdebatan dalam ilmu nahwu bukan lagi antar Madinah dan Makkah, tapi Kuffah dan Basrah.
"Sampai ketua Waliyullah, Syekh Abdul Qadir juga dari Persia. Imam Syafi'i yang sejak kecil tinggal di Makkah, ketika Imam Syafi'i ingin meneruskan mengaji maka pergi ke pusat ilmu saat itu, Baghdad," tandasnya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: 3 Persiapan di Bulan Sya’ban, Menyambut Bulan Ramadhan
2
Khutbah Jumat: Mari Persiapkan Diri Menyambut Ramadhan
3
Khutbah Jumat: Perbanyak Shalawat di Bulan Sya'ban
4
Khutbah Jumat: Cara Meraih Ketenangan Hidup
5
Munas NU 2025 Putuskan 3 Hal tentang Penyembelihan dan Distribusi Dam Haji Tamattu
6
Khutbah Jumat: Segeralah Mengqadha Puasa Ramadhan Tahun Lalu
Terkini
Lihat Semua