Nasional

Kemerdekaan Palestina Butuh Dukungan Kuat Indonesia dan Organisasi Dunia

Selasa, 18 Maret 2025 | 19:00 WIB

Kemerdekaan Palestina Butuh Dukungan Kuat Indonesia dan Organisasi Dunia

Iftar Talk bertajuk Masa Depan Palestina: Dampak Kebijakan Presiden Trump yang digelar Institut for Humanitarian Islam di Jakarta, Selasa (18/3/2025). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Palestina kembali diserang Israel dan menimbulkan ratusan korban meninggal baik di Gaza maupun Tepi Barat. Tak pelak, Ramadhan kali ini menjelma duka kesedihan mendalam bagi bangsa Palestina. Sejumlah pihak menilai untuk mewujudkan kemerdekaan Palestina dibutuhkan kerjasama yang kuat dari berbagai negara dan organisasi dunia serta kampanye melawan kekejaman secara masif.


Dorongan tersebut mengemuka pada Iftar Talk bertajuk Masa Depan Palestina: Dampak Kebijakan Presiden Trump yang digelar Institut for Humanitarian Islam di Jakarta, Selasa (18/3/2025).


Penasihat Presiden Palestina Mahmoud Al-Habbash menegaskan bahwa bangsa Palestina akan tetap berdiri di tanah air yang sudah ditinggalinya sejak 6.000 tahun lalu. Karenanya, perlu ditegaskan bahwa membela Palestina bukan saja tugas bangsa, tapi juga tugas agama.


Sebab, Nabi Muhammad memerintahkan umat Islam untuk menjaga Palestina banyak sahabat datang ke sana. Ada ratusan sahabat tinggal syahid di sana karena menjaga Tanah Palestina kewajiban agama.


"Karena di Palestina lah terjadi peristiwa Isra Mi'raj. Masjidil Aqsha kiblat pertama dan kota suci ketiga," katanya.


Serangan kolonialisme Barat terhadap Palestina, kata Mahmoud Al-Habbash, bertujuan untuk mengosongkan Palestina. Mereka menggunakan segala argumen untuk mengusir bangsa Palestina dari tanah airnya. Peristiwa 7 Oktober 2023 menjadi alasan kuat  bagi mereka untuk menyerang.


"Kami para pemimpin rakyat Palestina mengetahui rencana ini. Kami mengajak semua pihak untuk menggagalkan rencana ini," kata Hakim Agung Palestina ini.


Dukungan apa pun, menurutnya, sangat berarti untuk bangsa Palestina agar tidak terusir dari tanah airnya. Dukungan bisa diberikan dalam bentuk makanan, pakaian, hingga perobatan.


"Satu dolar negara Barat akan berakhir menghancurkan rumah, masjid, gereja. Satu dolar umat Islam akan melindungi mereka, rumah ibadah mereka," katanya.


Habbash juga menyampaikan bahwa jika saja negara-negara Islam besar seperti Indonesia dapat bersatu, berkoordinasi, dapat membentuk koalisi yang kuat. Begitu juga organisasi Islam termasuk keagamaan, pelajar, ulama, mempunyai tugas yang sama untuk menjaga kesadaran pemahaman mengenai pentingnya problem Palestina ini.


"Tidak boleh ada seorang pun yang mengatakan tidak bisa membantu Palestina. Salah satunya menjaga diri kita untuk tidak membenarkan pendudukan Israel," ujarnya.


Dukungan Palestina 

Dalam sambutan pembuka, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menyampaikan bahwa dukungan terhadap Palestina merupakan satu amanat pendirian Indonesia.


"Masalah Israel-Palestina bagian dari concern Proklamasi Kemerdekaan. Kita mau merdeka bukan hanya merdeka sendiri tapi melihat bangsa dunia juga merdeka," ujar Gus Yahya.


Sebab, bangsa Indonesia ini didirikan dengan visi yang terkonseptualisasi sangat baik menyangkut masa depan peradaban global. Bangsa Indonesia didirikan tidak hanya pada aspirasi eksklusif. Hal itu eksplisit termaktub di dalam rumusan dokumen fondasional.


"Kemerdekaan ialah hak segala bangsa. Dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan perikeadilan," kata Gus Yahya.


Atas dasar itu, Gus Yahya mendorong agar rujukan utama gerakan bangsa Indonesia ini tidak boleh lepas dari visi peradaban global. Secara lebih praktis operasional, tujuan didirikannya pemerintahan salah satunya untuk ikut serta melaksanakan ketertiban dunia.


Dukungan di media sosial

Sementara itu, Guru Besar Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyampaikan bahwa dukungan masyarakat dunia perlu dilakukan dengan menunjukkan solidaritas dan keprihatinan di media sosial. Hal ini untuk mendorong perubahan kebijakan negara-negara Barat.


"Dengan memberdayakan rakyat Amerika Serikat untuk melakukan tindak konstitusional di negaranya adalah salah satu opsi. Ini penting kita lakukan. Terus memviralkan tindakan kejam dari tentara Israel dari PM Netanyahu ke media sosial," ujarnya.


Kebijakan Donal Trump

Dari sisi lain, Ketua PBNU KH Ulil Abshar Abdalla menilai kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump cenderung membungkam gerakan demonstrasi di Amerika.

 

Hal itu antara lain dilakukan dengan penangkapan aktivis Mahmoud Khalil, seorang mahasiswa Universitas Columbia yang dianggap menjadi aktor intelektual di balik gelombang dukungan untuk Palestina dan protes terhadap kebijakan Amerika untuk Israel.


"Di era Trump saat ini terlihat ada upaya memberangus opini simpati kepada Palestina," kata Gus Ulil.