Nasional

KH Musta'in Syafi'i Ungkap Makna Sidratul Muntaha: Ajaran Tuhan agar Manusia Pelihara Ekosistem Alam

Ahad, 26 Januari 2025 | 18:30 WIB

KH Musta'in Syafi'i Ungkap Makna Sidratul Muntaha: Ajaran Tuhan agar Manusia Pelihara Ekosistem Alam

KH Ahmad Mustain Syafii saat mengisi tausiyah Haul Amaghfurlah KH M Yusuf Masyhar, Masyayikh Tebuireng dan Temu Alumni MQ Jakarta di Masjid Jami Darul Muttaqin, Jatiasih, Bekasi, pada Sabtu (25/1/2025). (Foto: dok. panitia)

Jakarta, NU Online

Dewan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Quran (MQ) Tebuireng KH Ahmad Musta'in Syafi'i mengungkapkan makna dari Isra' Mi'raj dalam pandangan Al-Qur'an.


Hal ini disampaikannya saat mengisi tausiyah Haul Amaghfurlah KH M Yusuf Masyhar, Masyayikh Tebuireng dan Temu Alumni MQ Jakarta di Masjid Jami' Darul Muttaqin, Jatiasih, Bekasi, pada Sabtu (25/1/2025).


Kiai Ta'in, begitu ia kerap disapa, mengatakan bahwa peristiwa Isra' Mi'raj disebutkan Al-Qur'an secara terpisah, yakni dalam Surat Al-Isra' dan Surat An-Najm.


Lalu Kiai Ta'in menjelaskan bahwa kata sidrah berarti daun-daun yang lebar, sedangkan muntaha bermakna langit terjauh.


"Sidrah itu artinya dedaunan yang lebar, muntaha di atas sana," ungkapnya sembari menunjuk ke arah langit, sebagaimana dikutip NU Online melalui Kanal Youtube Galeri Mq pada Ahad (26/1/2025).


Penamaan tersebut, terang Kiai Ta'in, menggambarkan bahwa Tuhan mengajarkan manusia agar memelihara ekosistem alam raya.


Karena itu, lanjutnya, pejabat yang justru merusak alam sesungguhnya tidak sejalan dengan prinsip dan tujuan Al-Qur'an sehingga diganjar dosa besar.


"Itu menunjukkan di singgasana Tuhan sana itu membutuhkan penghijauan, maka tidak bersifat qurani (kalau) para penjabat merusak ekosistem alam, itu dosa besar, termasuk (kasus) pagar laut," jelasnya.


Kiai asal Paciran, Lamongan, Jawa Timur ini pun mengisahkan pertemuan Nabi Muhammad dengan Nabi Adam di langit pertama yang tengah menangis ketika menoleh ke kiri dan tersenyum saat menoleh ke kanan.


Saat ditanya soal tangisnya, Nabi Adam menjawab bahwa penyebabnya adalah melihat anak-cucu yang tengah saling sikut memperebutkan dunia.


"Jadi kasihanlah, jangan tambah air mata Adam itu dengan korupsi sampean. Seharusnya kan begitu," harap Kiai Ta'in.


Lebih lanjut, ia juga menceritakan negosiasi Nabi Muhammad saat mendapatkan perintah shalat fardhu dalam Mi'raj. Menurutnya, hal ini menjadi dalil agar umat Islam tak perlu malu dalam menyampaikan hal-hal yang muaranya adalah kemaslahatan.


"Artinya begini, kalau kita melihat maslahat untuk umat, maka sudah jangan gengsi-gengsian asal ada referensi yang bagus, wong tadi hadraturrasul sembilan kali lho (naik ke sidratul muntaha)," ujarnya.


Sebagai informasi, turut hadir dalam acara itu, Ketua Jam’iyyatul Qurra wal Huffaz Nahdlatul Ulama (JQHNU) periode 2002-2018 KH Muhaimin Zein, Pengasuh Pondok Pesantren Mamba'ul Khoirot KH Fauzan Kamal, serta puluhan alumni dan jamaah lainnya.