Nasional

Kiai Said: Gerakan #2019GantiPresiden Berpotensi Makar, Jika...

Kamis, 6 September 2018 | 11:30 WIB

Jakarta, NU Online 
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengatakan bahwa gerakan tanda pagar '#2019GantiPresiden' dapat dikategorikan sebagai gerakan makar apabila tidak mengikuti koridor konstitusi yang berlaku. 

Koridor Kostitusi yang dimaksud Kiai Said adalah kepatuhan gerakan ini pada sistem demokrasi melalui pemilihan umum sesuai waktu yang ditetapkan pemerintah melalui mekanisme Pemilihan Presiden yang akan digelar pada April 2019 mendatang. 

"Kalau (gerakannya) hanya tagar saja, it's oke. Tapi kalau berupa pengerahan massa, dan ganti presidennya bulan Januari, Februari atau Maret (di luar jadwal Pilpres), ya berarti berbau makar dong," kata Kiai Said kepada NU Online di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (6/9).

Ditanya mengenai perlunya membatasi gerakan ini, Kiai Said mengembalikan persoalan ini kepada pemerintah dan aparat yang berwenang. "Soal izin atau larangan tergantung polisi ya. Alasan apa pun, siapa pun kalau gerakannya itu mengagganggu ketenangan, menimbulkan kegaduhan sebaiknya dilarang," jelasnya.

Seperti diketahui, tanda pagar #2019GantiPresiden tengah menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Sejumlah deklarasi gerakan ini di beberapa daerah menimbulkan kontroversi.

Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Makyun Subuki berpendapat, gerakan ini berpotensi besar melahirkan konflik di tengah masyarakat. Sebab gerakan ini memanfaatkan sentimen massa untuk melakukan aksi bersama dengan sejumlah petingginya sambil melakukan orasi hingga deklarasi. “Karena pengaruh medsos begitu kuat, potensi kerusuhan tinggi,” ungkapnya.

Oleh karenanya, ia mengimbau agar Bawaslu melarang tagar tersebut guna menghindarkan dampak sosial yang terjadi. “KPU sama Bawaslu harusnya pakek kaidah fiqih "dar’ul mafasidi muqaddamun ‘ala jalbil mashalih (menghindari kerusakan lebih didahulukan ketimbang melahirkan kemaslahatan),” tegas alumnus Pondok Pesantren Ash-Shiddiqiyah, Kedoya, Jakarta Barat tersebut. (Husni Sahal/Syakir/Ahmad Rozali)