Nasional

Kiat Wujudkan Harmonisasi Keberagaman dalam Beragama

Selasa, 11 Mei 2021 | 11:00 WIB

Kiat Wujudkan Harmonisasi Keberagaman dalam Beragama

Ruby Kholifah. (Foto: Gatra)

Jakarta, NU Online

Praktisi Pembangunan Perdamaian, Dwi Rubiyanti Kholifah menyebut kesalahpahaman memaknai agama dapat berdampak buruk terhadap persaudaraan antar-anak bangsa. Ia menyadari bahwa dalam mewujudkan harmonisasi keberagaman dan keberagamaan tentu tidak mudah Sebab konsep ini menjadi sebuah tantangan bila dilakukan dalam bentuk aksi keseharian. 


"Maka, sebagai praktisi saya merefleksikan apa yang selama ini kita kerjakan Untuk sementara saya simpulkan bahwa tanpa dijalankan itu semua hanya menjadi sebuah ajaran yang hanya tertulis di buku atau didengarkan melalui pidato, tetapi tidak masuk ke dalam hati," kata Ruby, Senin (10/5).


Sekretaris AMAN Indonesia yang akrab disapa Ruby Kholifah ini kemudian menjelaskan bagaimana seharusnya sikap seseorang menebarkan ajaran rahmatan lil 'alamin apabila yang dihadapi merupakan individu yang tidak disukai. Maka, alternatif satu-satunya, kata Ruby, adalah dengan mengamalkan ajaran itu lewat perilaku hidup sehari-hari. 


"Tanpa sebuah intervensi yang panjang untuk menyatakan kepada masyarakat bahwa cinta dan kasih sayang itu di luar batas apapun. Kebencian kita, perbedaan kita, setajam apapun ketika cinta dan kasih sayang itu hadir maka itu akan rapuh," jelasnya. 


Lebih lanjut, Ruby menceritakan peristiwa yang terjadi di Sulawesi Tengah pada 1999 antar-dua kelompok beragama yang mengadu Domba satu sama lain sehingga berakibat pada pembakaran tempat ibadah dan perusakan sarana belajar yang merugikan dan memunculkan ketakutan masyarakat pada saat itu.


"Akhirnya pada 2008 saya mendatangi tempat pengungsian korban peperangan itu dan berkata bahwa saya Islam dan saya cinta perdamaian. Saya tidak mau gara-gara orang salah paham mengartikan agama lantas tidak ada pintu memaafkan," terangnya. 


Kemudian sejak saat itu, Ia bersama beberapa komunitas yang berada di Kabupaten Poso mencoba untuk meperbaharui kembali hubungan antar-kedua kelompok beragama itu. Dari peristiwa itu, Ruby menuturkan bahwa dalam menyampaikan perdamaian itu perlu upaya dan usaha yang konkret. 


"Ada satu ide yang menarik ini menurut saya konkret untuk dilakukan oleh perempuan-perempuan lintas iman. Pertama adalah berbicara perdamaian itu tidak bisa abstrak harus ada sesuatu yang touchable (menyentuh), harus ada sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan kita sehari-hari," tuturnya. 
 

Sementara konteks berbangsa dan bernegara secara kekinian, menurut Menteri Agama Republik Indonesia 2014-2018, keindonesiaan dapat dilihat dari dua ciri. Pertama, keberagaman dalam segala aspek dan kedua adalah keberagamaan/religiusitas.


"Jadi, keberagaman dan keberagamaan itu yang menjadi dua ciri utama kita. Sedangkan dalam konteks kebangsaan dimana tingkatannya bukan hanya sedarah tapi setumpah darah Jadi konteks kebangsaan itu dalam konteks keindonesiaan menjadi terkait juga dengan keberagamaan karena beragama dan berindonesia itu menjadi satu kesatuan," terangnya.


Maka, kebangsaan dan keagamaan itu menjadi bagian yang tidak terpisahkan Sebab menurutnya, menjadi orang Indonesia esensinya menjadi umat beragama sebagaimana menjadi orang yang beragama di Indonesia mempunyai tanggungjawab untuk berbuat baik yang menjadi tanda pengalaman terhadap ajaran agama. 


"Begitu pun sebaliknya, melaksanakan atau menunaikan kewajiban sebagai warga negara itu hakikatnya adalah pengejawantahan dari pengamalan agama. Maka, ajaran Rahmah menjadi penting karena itu menjadi dasar bahkan menjadi syarat dalam Ikatan persaudaraan antar-anak bangsa," tegasnya.


Terakhir, Lukman mengatakan, bahwa yang demikian itu ditegaskan Rasulullah. "Yang utama dari keberimanan seseorang adalah akhlak mulia dan terpuji kita kepada sesama," tutupnya. 


Kontributor: Syifa Arrahmah

Editor: Fathoni Ahmad