Nasional

Korban Aksi Terorisme Kini Bisa Dapat Bantuan dari Pemerintah

Kamis, 21 Maret 2019 | 13:10 WIB

Jakarta, NU Online

Korban atau penyintas tindak pidana terorisme selama ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Padahal banyak dari mereka yang meninggal dunia, cacat permanen, dan sebagian lain membutuhkan perawatan terus menerus. Hal itu karena tidak adanya payung hukum yang memayungi keperluan tersebut secara lebih komprehensif.

Namun setelah diterbitkannya UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, perlindungan dan dukungan kepada para korban aksi terorisme kini mulai diberikan dengan lebih menyeluruh. Untuk itu, langkah perdana yang dilakukan adalah dengan membentuk Forum Komunikasi Penyintas (Forsitas) sebagai forum komunikasi para korban.

Program ini dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang ditunjuk sebagai koordinator pelaksana penanggulangan terorisme di Indonesia. BNPT secara umum memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan dan dukungan kepada para korban agar bisa menjalani hidup lebih baik.  

“Forsitas dibentuk untuk membuktikan negara hadir bersama teman-teman penyintas agar mereka tidak sendirian, paska tragedi yang pernah dialami. Itu sesuai amanah UU Nomor 5 Tahun 2018 tersebut,” ujar Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis saat membuka Forsitas 2019, Kamis (21/3).

Ia mengatakan forum ini dibuat untuk menghubungkan tali persaudaraan di antara sesama korban dengan tujuan untuk saling menguatkan setelah menjalani hari-hari yang berat pasca aksi terorisme yang dialami. Melalui forum ini pula, para korban diharapkan dapat saling mendukung, memberi semangat, dan bangkit bersama.

Selain itu, forum ini dibentuk dengan sedemikian rupa untuk menghubungkan para korban dengan kementerian dan lembaga yang bisa memberikan bantuan seperti Kementerian Sosial, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset dan Dikti, juga Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

“Di situlah kesempatan kawan kawan penyintas untuk bertanya bantuan apa yang bisa mereka dapat dari setiap kementerian dan lembaga tersebut. Bahkan kami juga menghadirkan Pop Warung yang merupakan program kerjasama BNPT untuk membantu Penyintas, mantan Napiter, mantan teroris untuk berwirausaha,” papar Hendri.

Perubahan ini merupakan dampak dari perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2OO3. Perubahan ini ditujukan untuk melengkapi sejumlah kekurangan yang ada pada UU sebelumnya seperti pemberian perhatian pada korban dan aspek pencegahan dari aksi terorisme. Secara umum UU tersebut memberikan enam hak korban yakni bantuan medis, rehabilitasi psikologis, rehabilitasi psikososial, santunan bagi korban meninggal dunia, pemberian restitusi dan kompensasi. (Ahmad Rozali)