Jakarta, NU Online
Prinsip Rahmatan lil ‘Alamin merupakan esensi ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an yang mempunyai nilai-nilai universal, baik terkait hubungannya dengan Allah (hablun minallah), hubungan dengan manusia (hablun minannas), dan hubungannya dengan alam (hablun minal ‘alam).
Terkait hal ini, Pakar Tasawuf KH M. Luqman Hakim menjelaskan makna Rahmatan lil ‘Alamin. Menurutnya, pertama-tama Allah menyebutkan Rahmatan lil 'Alamin adalah karakter Risalah yang maujud dalam kepribadian Sang Rasululllah SAW yang mempresentasikan Rahmat Allah SWT.
“Rahmat sebagai makna khusus bagi nikmat-Nya. Sedang nikmat adalah makna umum bagi Rahmat-Nya,” jelas Kiai Luqman dikutip NU Online, Kamis (21/6) melalui akun twitter pribadinya @KHMLuqman.
Direktur Sufi Center Jakarta ini menuturkan, Rahmat berarti kasih sayang yang menyelamatkan dunia-akhirat. Kemudian Sang Rasul memiliki karakter Raufur Rahim (penuh sayang dan kasih sejati).
“Karena itu wujud Rahmatnya ada dalam kepribadiannya bukan sekadar nilai-nilainya. Seluruh ajarannya adalah Rahmat,” terang penulis buku Filosofi Dzikir ini.
Seluruh ajaran Rahmat memantulkan cahayanya pada kepribadian Insan Kamil yang menjadi Pantulan Cahaya Sifat Ilahi. Inilah yang diaksentuasikan dengan "Berakhlaklah dengan Akhlak Allah". Bukan mengambil alih Sifat dan Asma-Nya, namun sekadar pantulan Cahaya-Nya.
Bila misi Rasululllah adalah Rahmat, maka jejak Rahmat adalah pijakan umatnya. Sejauh mana umat fana' pada-Nya, sejauh itulah Baqa' Rahmat-Nya memantul pada hambaNya. Kasih sayang itu terkadang pahit terkadang manis, pahit dan manis bukan ukuran Rahmat.
“Bagi yang mewarisi kepribadian Rahmat, ia akan melimpahkan Rahmat itu pada sesama hingga di akhirat,” ucap Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Muhibbin Caringin, Bogor ini.
Bila insan Rahmat tidak peduli nasib manusia hingga selamat di depan Allah, tandas Kiai Luqman, justru akan berbalik menjadi cobaan yang mengerikan bagi dirinya. (Fathoni)