Jakarta, NU Online
Memilah informasi yang benar dan bermanfaat dalam era derasnya informasi di media sosial merupakan tantangan tersendiri. Seringkali kita terkecoh dan tergoda untuk membenarkan informasi yang datang berulang-ulang kepada kita melalui layar media sosial.
Ustad Zaini, seorang dai muda dari Pondok Pesantren Mambaus Sholihin Bintan, Kepulauan Riau yang aktif berdakwah melalui media sosial mengaku sering mendapati kebohongan, terutama yang menyangkut isu keagamaan, di media sosial.
Dalam penelitian Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), isu agama marupakan salah satu isu yang paling sering digunakan untuk kebohongan. Padahal, kata Ustaz Zaini, Al-Qur’an telah mengingatkan agar umat manusia tidak serta merta langsung percaya pada informasi yang datang, apalagi dari sumber yang tidak valid.
“Al-Qur’an memerintahkan kita mengecek kebenaran informasi terutama yang datang dari orang fasiq,” katanya. Ditambah lagi kisah Nabi Muhammad SAW dan para sahabat juga banyak yang mengajarkan agar umat Islam berhati-hati terhadap sebuah informasi.
Berkaca dari metode dalam Ilmu Hadist, ada dua hal yang harus diwaspadai dalam menerima sebuah infomasi. “Dari mana sumbernya dan apa isinya,” katanya. Ilmu Hadist, lanjutnya mengajarkan untuk mendalami sanad dan matan hadist. Sebuah hadist yang memiliki kecacatan dalam keduanya atau salah satu di antaranya, secara otomatis akan diturunkan kualitas kebenarannya.
Saat ini, kata dia, berita bohong atau hoaks berkembang pesat karena tidak adanya filter dari penerima informasi. “Orang percaya begitu pada informasi yang didapat dari kelompoknya sendiri. Selama itu dari pengusungnya dikatakan benar. Itulah cara hoaks berkeliaran,” katanya.
Maka dari itu ia mengingatkan agar tidak mudah termakan sebuah informasi yang belum tentu kebenarannya. “Jika tidak yakin pada kebenarannya, maka tanyalah pada ahlinya, fas’au ahlad dzikro’. Karena pahlawan tidak pernah menyebar hoaks,” katanya.
Ungkapan serupa juga disampaikan oleh Sekretaris Menko Polhukam Letjen TNI Agus Surya Bakti. Walaupun generasi milenial tidak bertugas mengangkat senjata, akan tetapi para millennial memiliki tugas yang tak kalah menantangnya.
“Tugas generasi millenilal adalah yakni tidak menggunakan medsos untuk menebar hoaks, ujaran kebencian, adu domba, yang pada akhirnya ingin memecah belah NKRI. Gunakanlah kendalikan medsos dengan menebar nilai-nilai luhur bangsa, saling menghormati, dan saling menghargai sesame. Jangan sampai medsos yang mengendalikan kita,” tutur Agus Surya Bakti.
Tugas generasi millennial di antaranya adalah menebarkan kebaikan dengan cara memenuhi dunia maya dengan konten positif, termasuk dengan ajakan melawan radikalisme dan terorisme. Generasi millennial meiliki kewajiban untuk terlibat dalam mengubah wajah dunia maya yang kerap dipenuhi dengan kebencian, hasutan, adu domba, untuk menjadi dunia maya yang penuh dengan kedamaian.
Dari situ, ia menekankan perlunya untuk terus membangun generasi muda yang memiliki kesadaran tinggi akan pentingnya menebarkan kebaikan melalui media sosial. Sebab dengan itu, media sosial akan dipenuhi dengan kebaikan, bukan dengan informasi hoaks dan adu domba.
“Untuk itu, generasi milenial sebagai pewaris perjuangan para pahlawan harus mewarisi semangat para pahlawan, agar perjuangan yang dilakukan sekarang bisa sama derajatnya dengan perjuangan di masa kemerdekaan dulu. Konteksnya memang beda, tapi semangatnya tetap harus sama,” pungkasnya. (Ahmad Rozali)