Pakar Jelaskan Potensi Masalah Baru yang Bakal Muncul dari SPMB Sistem Domisili
Selasa, 4 Februari 2025 | 17:00 WIB
Ayu Lestari
Kontributor
Jakarta, NU Online
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengganti sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB). Kemendikdasmen menjelaskan bahwa SPMB adalah upaya untuk merespons dari suara-suara publik, termasuk suara yang ingin meniadakan sistem zonasi.
Pakar Pendidikan Universitas Negeri Semarang (UNNES) Edi Subkhan menegaskan bahwa upaya perombakan sistem tidak bisa hanya dengan mengubah istilah.
"Konteks zonasi diganti domisili misalnya, yang justru bisa memicu masalah baru ketika kartu keluarga tidak digunakan sebagai syarat dalam penerimaan siswa baru yang jalur zonasi atau domisili," kata Edi saat dihubungi NU Online, Senin (3/2/2025).
Menurutnya, andaikan bukan karena perihal Kartu Keluarga (KK) pastinya hal ini masih perlu upaya lebih ekstra lagi. "Yang perlu dilakukan sebenarnya adalah keketatan seleksi, integritas tim penyeleksi, akuntabilitas informasi calon murid baru, dan peningkatan kualitas sekolah," jelas Edi Subkhan.
Ia menerangkan, berdasarkan jenjang pendidikan dan ketetapan kuota dari 4 jalur Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) antara lain domisili, afirmasi, prestasi, dan mutasi dirasa cukup masuk akal.
"Persentase tersebut cukup rasional, karena pada jenjang SD anak-anak sekolah relatif berasal dari lingkungan setempat, lingkup desa makin ke atas yakni SMP dan SMA semakin jangkauannya meluas, salah satunya karena kondisi existing sekarang persebaran SMP dan SMA Negeri juga makin kurang padat dibanding SD," jelasnya.
Dengan adanya proporsi sedemikian rupa, lanjut Edi, alhasil indikasi potensial akan terakomodasi calon-calon siswa yang selama ini tidak terakomodasi gara-gara kuota jalur zonasi atau domisili relatif terbatas, juga karena jumlah sebaran sekolahnya juga terbatas.
"Menurut saya sebenarnya hal yang belum begitu direspons adalah soal infrastruktur SPMB, padahal pada beberapa waktu PPDB kemarin-kemarin hal yang paling sering terjadi adalah soal lambatnya akses internet, ketidakjelasan informasi, minimnya sosialisasi, serta minimnya ruang aduan terkait akuntabilitas seleksi," tutur Edi.
Oleh sebab itu, kata dia, perlunya sosialisasi penting menyasar bukan hanya ke sekolah, ke siswa di sekolah, tapi juga perlu ke orang tua siswa.
Membangun Basis Data SPMB
Menurutnya, SPMB 2025 memang upaya salah satunya mengurangi keluhan masyarakat terkait anak-anak yang tidak terakomodasi di sekolah-sekolah negeri yang diinginkan. Bukan hanya dengan otak-atik persentase 4 jalur tersebut, melainkan dengan membangun basis data yang memadai.
"Kalau punya database ini, maka pemerintah bisa mengolah untuk menempatkan secara lebih adil dan terbuka. Survei bisa dilakukan untuk membangun database tersebut dengan memberi kuesioner ke siswa dan orang tua juga sekolah-sekolah negeri," sambungnya.
Jika database terpenuhi, imbuh Edi, langkah selanjutnya ialah memberikan informasi kepada orang tua dan siswa terkait preferensi sekolah yang dapat didaftar oleh anak-anak mereka.
"Selebihnya, soal kecurangan dan lainnya tentu perlu diantisipasi dengan memberikan sosialisasi ke orang tua dan sekolah, bahwa tidak boleh memanipulasi prestasi dan domisili, bahwa ada sanksi dan seterusnya," tegasnya.
Selain itu, kata dia, akuntabilitas dan respons cepat dari penyelenggara SPMB juga perlu ditingkatkan. Karena hitungannya detik, menit, dan jam, kalau ada yang merasa memperoleh ketidakadilan, maka respons cepat akan mempercepat pemecahan masalahnya.
"Kalau ada yang terlempar karena ada peningkatan calon siswa didasarkan pada batas persentase yang sudah diputuskan, maka perlu diberikan informasi secara otomatis dan tersistem ke calon siswa dan orang tua mereka, jadi betul-betul akuntabel. Ini artinya perlu perbaikan sistem digital seleksi SPMB," papar Edi.
Kendati demikian, sistem zonasi seperti lebih bertujuan untuk membuka kesempatan semua siswa untuk sekolah di sekolah terdekat, walau mereka prestasinya kurang. Jadi semangatnya adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Namun, ada juga perasaan tidak adil, yakni bagi anak-anak yang merasa berprestasi tapi harus kalah untuk sekolah di sekolah yang diinginkan karena persentase jalur prestasi sudah habis misalnya.
Hal ini menurut Edi Subkhan menyoroti bagaimana kualitas sekolah yang masih stagnan, "Masih begini-begini saja, contoh sederhananya masih banyak sekolahan yang dilabeli favorit, unggulan, bonafit," ujarnya.
Hati-Hati Pemalsuan Domisili
Lain halnya dengan Achmad Zuhri, Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Pergunu mengaku, sistem SPMB pada dasarnya dirancang untuk memastikan seleksi yang lebih adil, transparan, dan berbasis zonasi. Namun, untuk tingkat SD, prinsip penerimaan sebaiknya tetap mempertimbangkan aksesibilitas dan pemerataan pendidikan bagi anak-anak.
"Pada usia dini, faktor kedekatan sekolah dengan tempat tinggal menjadi lebih esensial dibandingkan seleksi berbasis akademik atau tes. Oleh karena itu, penerapan sistem SPMB di SD perlu lebih fleksibel agar tidak menghambat hak anak mendapatkan pendidikan dasar yang layak," kata Zuhri.
Jika dilihat dari keempat jalur SPMB, yang masih menjadi sorotan perhatian penuh ialah jalur zonasi yang beralih menjadi domisili.
"Memang kesannya ganti nama saja dari kebijakan yang dulu, tetapi semangatnya adalah skema jalur domisili dalam sistem zonasi bertujuan untuk memastikan pemerataan pendidikan dan mengurangi ketimpangan antarwilayah. Namun, dalam implementasinya, masih ada tantangan seperti pemalsuan domisili atau ketimpangan kualitas sekolah di berbagai zona," sambungnya.
Baca Juga
5 Adab Menyambut Murid Baru dalam Islam
Oleh karena itu, mekanisme verifikasi domisili harus diperkuat agar prinsip keadilan tetap terjaga. Jika sistem ini dijalankan dengan baik, saya setuju bahwa jalur domisili adalah langkah strategis untuk memastikan akses pendidikan yang lebih merata.
Mendikdasmen, seperti dikutip Zuhri, berupaya agar SPMB berjalan adil, inklusif, dan transparan. "Tiga prinsip ini sangat relevan dalam sistem SPMB. Keadilan berarti semua siswa memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi. Inklusivitas memastikan bahwa setiap anak, termasuk yang berasal dari kelompok kurang mampu atau berkebutuhan khusus, mendapatkan akses pendidikan," jawab Zuhri.
Apalagi dalam konteks transparansi diperlukan agar tidak ada celah bagi praktik-praktik yang dapat merugikan siswa dan orang tua, seperti pungutan liar atau manipulasi kuota.
"Apabila prinsip ini dijalankan dengan baik, maka sistem SPMB dapat menjadi instrumen pemerataan pendidikan yang efektif. Perlu adanya kejujuran kolektif dan pengawasan dari berbagai pihak," tuturnya.
Dari SPMB ini, Zuhri mendukung kebijakan pendidikan yang berorientasi pada keadilan, pemerataan, dan peningkatan kualitas, "Kami tentu akan melakukan kajian lebih lanjut terhadap SPMB 2025 dan pengawasan untuk memastikan bahwa pelaksanaannya benar-benar membawa manfaat bagi guru dan peserta didik, terutama di sekolah-sekolah di bawah naungan NU," jelasnya.
Ia berharap SPMB 2025 dapat menuntaskan permasalahan dari tahun ke tahun supaya kualitas siswa-siswi semakin meningkat dan kompeten baik akademik maupun non akademik. "Saya berharap SPMB 2025 dapat menjadi solusi nyata dalam menciptakan sistem penerimaan siswa yang lebih adil dan berkualitas. Hilangkan kecurangan dengan pemerataan dan pengawasan," terang Zuhri.
Disamping itu, besar harapan Achmad Zuhri dengan adanya pemerataan kualitas sekolah agar tidak ada kesenjangan mencolok antarwilayah. Sistem yang fleksibel dan adaptif, terutama untuk daerah yang memiliki keterbatasan akses pendidikan.
"Penguatan regulasi dan pengawasan agar tidak ada praktik penyimpangan seperti jual beli kursi atau manipulasi domisili. Partisipasi publik dan stakeholder pendidikan, termasuk guru, dalam proses evaluasi kebijakan ini agar dapat terus disempurnakan," pungkas Zuhri.
Berikut jumlah rincian kuota dari jenjang SD hingga SMA
a. SD (domisili 70%, afirmasi 15%, mutasi 5%, dan prestasi 0%)
b. SMP (domisili 40%, afirmasi 20%, mutasi 5%, dan prestasi 25%)
c. SMA (domisili 30%, afirmasi 30%, mutasi 5%, dan prestasi 30%)
Terpopuler
1
Ketua PBNU Gus Ulil Resmikan Kampung Bakti NU Kalimanggis di Jatisampurna Bekasi
2
Resmi Dimulai, PBNU Luncurkan Digdaya Persuratan untuk Tingkat PCNU
3
Tadarus Al-Qur'an dan Sedekah, Amalan Orang Saleh di Bulan Syaban
4
Pola Pengasuhan ala Gus Dur-Nyai Sinta: Suami Istri Saling Menghargai, Orang Tua Hindari Memerintah Anak
5
Doa-Doa yang Dianjurkan di Bulan Syaban
6
Bagaimana Cara Membangun Keluarga Maslahat? Ini Fondasi, Pilar, dan Atapnya
Terkini
Lihat Semua