Nasional

Pemerintah Perlu Benahi PPDB Sistem Zonasi untuk Cegah Kecurangan

Selasa, 2 Juli 2024 | 14:00 WIB

Pemerintah Perlu Benahi PPDB Sistem Zonasi untuk Cegah Kecurangan

Ilustrasi pelajar di sekolah. (Foto: NU Online/Faizin)

Jakarta, NU Online 

Dosen Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pikologi Universitas Negeri Semarang (UNNES), Edi Subkhan, mengatakan pemerintah perlu membenahi penerapan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi untuk mencegah kecurangan. 


Salah satu caranya dengan melakukan pemerataan fasilitas dan kualitas sekolah seperti yang dilakukan negara lain seperti Finlandia dan Australia. 


“Menurut saya PPDB sistem zonasi sudah bagus, ada proporsi untuk siswa dari zona setempat, ada juga jalur lain. Hal yang perlu dilakukan adalah pemerintah harus menyediakan dana untuk peningkatan kualitas sekolah-sekolah negeri, seperti yang dilakukan di Finlandia,” kata Edi kepada NU Online, Sabtu lalu.


Di Finlandia, siswa mendaftar sekolah melalui dinas pendidikan setempat yang kemudian mengarahkan ke sekolah terdekat dengan tempat tinggal calon siswa. Karena mutu sekolah di Finlandia relatif sama, tidak ada komplain atau kecurangan yang signifikan. 


Di Australia, sistem zonasi serupa diterapkan, namun ada daerah dengan nilai akademik siswa yang lebih tinggi sehingga beberapa orang tua pindah ke daerah tersebut, menyebabkan kenaikan harga properti.


“Seperti di Indonesia, di Australia walau sistem zonasi tetap ada slot untuk calon siswa lewat jalur tes walau di luar zona tempat tinggal siswa. Best practice dari sistem zonasi dari negara lain adalah soal peningkatan kualitas sekolah. Jadi, kalau semua sekolah negeri kualitasnya sama-sama bagus, niscaya kecurangan PPDB akan dapat diminimalisasi,” jelasnya.


Edi menjelaskan, jika semua sekolah memiliki kualitas yang sama, maka tidak akan ada komplain dari siswa dan orang tua serta minim kecurangan. Selain itu, penting untuk meningkatkan pendanaan untuk infrastruktur dan kualitas guru, sehingga guru di sekolah negeri pinggiran memiliki kapasitas yang sama dengan guru di sekolah unggulan.


“Program guru penggerak, Balai Besar Guru Penggerak, dan lainnya harus kerja kolaboratif terkait ini. Termasuk juga bisa muncul program program pertukaran guru. Misal, guru sekolah unggulan coba ngajar di sekolah non-unggulan, sebaliknya guru di sekolah pinggiran "magang" mengajar di sekolah yang dilabeli unggulan,” ungkapnya.


“Bisa juga sister school, bukan cuma sekolah kita dengan sekolah dari luar negeri, tapi sekolah yang dianggap unggulan dengan sekolah lain di Indonesia atau di daerah setempat,” imbuhnya.


Edi juga menyarankan adanya diversifikasi kekhasan sekolah di masa depan. Misalnya, sekolah yang membuka kelas khusus untuk calon atlet berbakat harus memiliki porsi jalur khusus lebih besar. 


Sekolah yang menekankan pada STEM (science, technology, engineering, and math) dapat membuka porsi jalur tes akademik atau prestasi lebih besar dibanding jalur zonasi setempat. Begitu juga sekolah yang menekankan pada seni atau budaya, dapat memiliki diskresi proporsi jalur bakat dan minat seni yang lebih banyak.


“Sekolah yang menekankan pada seni atau budaya, bisa juga dibuat diskresi proporsi jalur bakat dan minat seni lebih banyak dibanding sekolah lain,” tandasnya.