Nasional

PBNU Respons Wacana Pembentukan UU Kebebasan Beragama Usulan Menteri HAM

Kamis, 13 Maret 2025 | 15:30 WIB

PBNU Respons Wacana Pembentukan UU Kebebasan Beragama Usulan Menteri HAM

Ketum PBNU Gus Yahya saat menyampaikan pidato sambutan dalam Sarasehan Ulama bertajuk Asta Cita dalam perspektif Ulama NU di Hotel Sultan, Jakarta, pada Selasa (4/2/2025). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya merespons wacana pembentukan Undang-Undang Kebebasan Beragama yang merupakan usulan dari Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai.


Gus Yahya menjelaskan bahwa sejatinya manusia memiliki fitrah bebas dalam memilih sesuatu yang diyakininya, termasuk bebas dalam memilih agama.


"Secara fitrah memang nggak bisa dilarang, bagaimana caranya melarang?" katanya di lantai 3 Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, pada Kamis (13/3/2025).


Gus Yahya menjelaskan bahwa pengakuan negara terhadap enam agama resmi merupakan skema pemerintahan negara yang sudah tercantum ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta produk perangkat negara lainnya.


"Kalau soal keyakinan orang itu kan bebas saja. Enam agama itu kan yang masuk dalam skema pemerintahan negara. Di Kemenag ada Bimas-nya misalnya. Tapi yang lain ada orang punya keyakinan di luar itu, semua mau apa? Ndak bisa dilarang," jelasnya.


Menurut Gus Yahya, fasilitas yang diberikan negara untuk kebebasan beragama di Indonesia bergantung pada kesepakatan politik yang dijalankan oleh partai-partai politik yang ada.


Namun, Gus Yahya meyakini bahwa UU Kebebasan Beragama itu bukan soal fasilitas yang diberikan oleh negara, tetapi merupakan upaya negara untuk mengatasi konflik yang kerap muncul di akar rumput.


"Sekarang kan sejauh mana dari enam agama yang diakui itu yang lebih banyak disediakan oleh pemerintah, itu bukan soal fasilitasnya, tapi soal mengatasi masalah-masalah yang muncul di dalam pergaulan antarkomunitas," jelas Gus Yahya.


Ketua PBNU Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid menambahkan, usulan pembentukan UU Kebebasan Beragama merupakan wacana yang sangat baik karena negara dapat menjamin perlindungan kepada setiap warganya.


"Karena memang sampai saat ini agama lokal kayak Kaharingan, Sunda Wiwitan itu kan masih kesulitan. Begitu sekarang ada aturan itu (maka) akan lebih baik, perlindungannya lebih jelas," katanya.


Sebelumnya, Menteri HAM Natalius Pigai mengusulkan pembentukan UU Kebebasan Beragama. Ia mengatakan, usulan ini masih wacana sehingga masih dapat diperdebatkan.


Pigai mengatakan, usulan pembentukan UU Kebebasan Beragama merupakan respons terhadap diskriminasi kepada kelompok beragama minoritas atau di luar agama resmi yang diakui negara.


Menurut Pigai, UU Kebebasan Beragama dibutuhkan dibandingkan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama. Sebab, tegas Pigai, negara tidak boleh menjustifikasi adanya ketidakadilan dalam beragama.