Berbagai Kasus Diskriminasi terhadap Kebebasan Beragama Terjadi Selama 10 Tahun Jokowi
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 16:00 WIB
Presiden Joko Widodo meresmikan Gereja Katedral Keuskupan Agung, Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), pada 6 Desember 2023. (Foto: setneg.go.id)
Achmad Risky Arwani Maulidi
Kontributor
Jakarta, NU Online
Presiden Joko Widodo akan segera lengser dari jabatannya. Posisinya sebagai Presiden akan digantikan oleh Prabowo Subianto, pada Ahad (20/10/2024) besok. Jokowi berkuasa selama 10 tahun, sejak 20 Oktober 2014.
Selama dua periode kepemimpinannya, telah terjadi banyak kasus diskriminasi terhadap kebebasan beragama. Padahal, visi Jokowi dalam Nawacita, pada poin pertama dan kesembilan, adalah tentang memberdayakan keragaman sekaligus menciptakan kemaslahatan sosial.
NU Online merangkum berbagai kasus diskriminasi terhadap kebebasan beragama yang terjadi di sejumlah daerah se-Indonesia. Data-data yang diambil merupakan rangkuman dari Laporan Tahunan Komnas HAM 2015-2023.
2015
Pada 2015, Komnas HAM menangani 14 kasus terkait kebebasan beragama meliputi pelarangan pendirian dan penyegelan rumah ibadah, serta diskriminasi terhadap ritual keagamaan.
Di antara pelanggaran itu adalah pelarangan pembangunan Masjid Batuplat di Kupang, Nusa Tenggara Timur, dan pelarangan pembangunan Mushalla As-Syafiiyah, Kota Denpasar, Bali. Ada juga kasus penghentian aktivitas 19 Gereja di Aceh Singkil dan penyegelan 7 Gereja di Banda Aceh.
2016
Pada tahun ini, Komnas HAM menerima sebanyak 97 pengaduan. Pelarangan dan perusakan rumah ibadah menjadi penyumbang tertinggi, yakni 44 aduan, disusul pelarangan ritual dan intimidasi kelompok keagamaan.
Tercatat, secara pelaku dugaan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan paling banyak dilakukan oleh pemerintah daerah (55 pengaduan), kelompok masyarakat (12 pengaduan) dan polisi (5 pengaduan).
Di tahun ini pula, Komnas HAM menemukan pelanggaran menonjol. Kasus itu berupa pelarangan ibadah dan penutupan masjid Jemaat Ahmadiyah di Subang.
2017
Sepanjang 2017, Komnas HAM telah menerima pengaduan sebanyak 5.387 dugaan pelanggaran. Tidak ditemukan jumlah spesifik kasus yang mengatasnamakan agama.
Namun pada pertengahan tahun ini, Komnas HAM menerima pengaduan langsung dari Jemaat Ahmadiyah akibat penyegelan Masjid Ahmadiyah yang, menurut pengadu, dilakukan oleh pemerintah kota Depok.
2018
Selama 2018, Komnas HAM menyatakan bahwa tindakan diskriminatif terhadap kelompok minoritas kian meningkat. Komnas HAM tidak mencatat berapa jumlah spesifik kasusnya.
Sepanjang 2011 hingga 2018, Komnas HAM menerima 101 pengaduan terkait kasus pelanggaran etnis dan ras. Contoh dalam hal ini adalah kasus pembatasan pelayanan publik, maraknya politik etnisitas identitas, pembubaran ritual adat dan diskrominasi atas hak kepemilikan tanah bagi kelompok minoritas.
2019
Pada tahun ini, Komnas HAM mencatat sejumlah kasus pelanggaran hak kebebasan beragama, di antaranya adalah penghentian kegiatan keagamaan jemaah Ahmadiyah di Banjarnegara. Selain itu, pencegahan pembangunan Gereja Baptis Indonesia Tlogosari di Semarang.
Komnas HAM menilai, jumlah kasus pelanggaran hak kebebasan beragama yang diterima pada tahun ini meningkat dibandikan tiga tahun sebelumnya, yakni rata-rata 21 pengaduan.
2020
Pada tahun dan periode kedua Jokowi ini, Komnas HAM mencatat ada 2.841 kasus dari 4.794 laporan pelanggaran HAM. Keseluruhan data tersebut diterima di kantor Komnas HAM Republik Indonesia dan kantor perwakilan di 6 Wilayah.
Adapun terkait konflik dan kekerasan yang berkemas agama serta intoleransi menjadi sorotan serius bagi Komnas HAM. Hal itu lantaran Komnas HAM menyayangkan adanya penerapan sanksi bagi siswa penganut Kristen Saksi Yehuwa, penyegelan makam tokoh masyarakat Akur Cigugur Kuningan, dan penolakan terhadap rencana pembangunan Gereja Katolik Santa Maria di Lamongan.
2021
Pada 2021, terjadi dugaan diskriminasi terhadap tiga orang siswa penganut aliran Saksi Yehuwa. Mereka yang bersekolah di SDN 051 Tarakan, Kalimantan Utara, dinyatakan tidak naik kelas selama tiga kali. Kasus ini kemudian ditangani oleh Komnas HAM yang berkoordinasi dengan Kemendikbudristek.
Selain itu, ada juga kasus diskriminasi yang dilakukan pihak SMP Citra Kasih dengan melarang pendaftaran bagi seorang anak berjilbab.
Kemudian, masih di tahun yang sama, terjadi penyerangan rombongan Pendeta Gereja Sidang Jemaat Allah dan perusakan rumah ibadah di Desa Elo, Mndona Hiera, Maluku Barat Daya.
2022
Pada 2022, ada 97 kasus yang telah dilaporkan dan ditangani Komnas HAM. Dari jumlah keseluruhan, kasus intoleransi tercatat sebanyak 4 pelanggaran.
Pada tahun ini, kasus intoleransi yang paling menonjol versi Komnas HAM adalah pergolakan yang terjadi antara sejumlah umat Buddha dengan peserta pawai malam takbiran di Pelan, Mareje.
2023
Pada 2023, melalui perwakilan Komnas HAM wilayah Aceh menyatakan bahwa kasus intoleransi yang menjadi perhatian khusus adalah hambatan pendirian Masjid Taqwa Muhammadiyah di Bireun.
Selain itu, terjadi pelanggaran menyangkut pendirian bangunan gedung sejumlah gereja di Aceh Singkil.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Hindari Pamer Maksiat di Media Sosial
2
Khutbah Jumat: Minuman Keras, Sumber Kejahatan dan Malapetaka
3
Mendikdasmen Datangi PBNU Bahas Peningkatan Pengelolaan Pendidikan dan Kualitas Guru
4
Polisi Tangkap 7 Pelaku Penganiayaan dan Penusukan Santri Krapyak
5
Gubernur Lemhannas Bocorkan Program Makan Bergizi Gratis Prabowo-Gibran Dimulai 2 Januari 2025
6
Khutbah Jumat Bahasa Sunda: 7 Golongan nu Meunang Panangtayungan Gusti Alloh
Terkini
Lihat Semua