Jakarta, NU Online
Menristek RI era Gus Dur, Mohammad AS Hikam menilai bahwa peran politik moral NU jauh lebih penting dari pada peran politik praktis. Dengan memerankan itu, NU dapat menjadi rujukan banyak kalangan, tidak hanya kalangan politik namun juga kalangan lain untuk membangun negara yang demokratis.
"PBNU semestinya tetap berada di tataran high moral ground, bukan terlibat dalam politik pragmatis. Saya kira hanya dengan cara itu, NU akan berbeda dengan golongan 212 yang sampai mengatasnamakan agama untuk mengklaim kepentingan politik,” ujar AS Hikam pada NU Online, Senin (6/8).
Dia menyebut NU sebagai satu-satunya lembaga yang bisa menyatukan warga yang terpisah oleh kepentingan pasca pemilihan presiden 2019 kelak. “Sekarang coba katakan siapa yang berada dalam political wisdom? Cuma NU," ujarnya.
Ia mengaku senang atas klarifikasi Pengurus PBNU tentang keterlibatan PBNU dalam politik praktis, terutama dalam isu empat nama Cawapres yang direkomendasi PBNU. Klarifikasi PBNU atas yang disampaikan Ketua PBNU Robikin Emhas itu sangat penting karena menunjukkan posisi NU yang tetap berdiri sebagai organisasi yang mengedepankan kepentingan orang banyak, bukan kepentingan politik praktis.
“Saya senang (dengan klarifikasi PBNU) karena desas desus tentang rekomendasi cawapres dari PBNU sudah dibantah. Klarifikasi formal ini sangat penting. Jangan membiarkan desas-desus terus berkembang,” ujarnya.
Baca juga: PBNU Bantah Sodorkan Nama Cawapres ke Jokowi
Intelektual muda NU Zuhairi Misrawi menilai bahwa momentum politik pemilihan presiden dan wakil presiden merupakan sebuah ujian tersendiri bagi semangat khittoh PBNU. Dalam ujian ini PBNU dihadapkan pada godaan politik yang cukup besar.
“Saat inilah PBNU sedang diuji. Apakah akan tetap berpegang teguh untuk tetap pada tataran politik moral atau terjun pada politik praktis,” ujar Zuhairi. Momentum politik pemilihan presiden dan wakil presiden, oleh Zuhairi disebut sebagai ‘jebakan’ yang dapat menjerumuskan pengurus NU ke dalam perpolitikan praktis.
Ia juga mengingatkan bahwa warga dan pengurus PBNU semestinya berpegang teguh pada
sembilan nilai politik warga NU yang pernah dicetuskan dalam Muktamar NU XVIII di Krapayak Yogyakarta tahun 1989. “Saya justeru melihat ini saatnya NU memberikan arahan, misalnya dengan menyodorkan poin apa saja yang perlu diperjuangkan oleh pemerintah ke depan,” pungkasnya.
(Ahmad Rozali)