Pepali Ki Ageng Selo dari Sudut Schleiermacher
Rabu, 16 Oktober 2019 | 00:00 WIB
Untuk memehami pesan moral (moral idea) Pepali Ki Ageng Selo secara holistik, hal mendasar yang perlu diketahui bersama adalah bentuk karya Pepali Ki Ageng Selo berupa karangan sastra, dan dituliskan dalam bentuk syair. Pengetahuan ini selanjutnya akan berpengaruh pada proses interpretasi yang dilakukan dalam 'proyek' penelitian atas naskah itu sendiri.
Sebagai seorang peneliti, Rima—untuk membedah naskah Pepali Ki Ageng Selo—mendudukkan Hermeneutika Friedrich Daniel Er Nst Schleiermacher sebagai alat verstehen, atau suatu ilmu yang berusaha memahami tindakan-tindakan sosial dan menguraikannya dengan menerangkan sebab–sebab tindakan tersebut—terhadapnya. Dalam hal ini Rima meminjam teori Hermeneutika sebagai pisau analisis teks untuk menangkap ajaran-ajaran tasawuf yang disampaikan Ki Ageng Selo dalam pepalinya.
Kedua, seorang pembaca teks (reader) harus mencerna leksikal gramatikal teks itu sendiri secara utuh. Dalam hal ini yang harus dipahami adalah keterkaitan interteks dari satu bab ke bab selanjutnya, pemilihan istilah-istilah dalam tata kebahasaannya bahkan struktur susunan gramatikal yang digunakan oleh pengarang (author). Langkah ini dimaksudkan untuk mengetahui pesan teks—secara tekstual—yang dituliskan oleh pengarang.
Sebagai langkah yang pertama, peneliti menuturkan latar belakang Ki Ageng Selo. Menurut Rima, Ki Ageng Selo adalah masyarakat pribumi asli Jawa yang merupakan leluhur kerajaan Mataram. Oleh karenanya Rima menarik kesimpulan bahwa pribadi dan latar belakang Ki Ageng Selo tidak dapat dilepaskan dengan segala bentuk tradisi serta kebudayaan Jawa yang begitu arif pada masa Kerajaan Demak. Implikasi latar belakang kedaerahan ini, mengakibatkan Ki Ageng Selo dalam ajaran tasawufnya banyak bertutur tentang tradisi, kebudayaan dan adat Jawa sebagai pedoman hidup manusia berbudi luhur.
Setalah memahmi latar kepengarangan tersebut—masih tetap dalam pijakan hermeneutika Schleiermacher—langkah kedua yang harus ditempuh oleh pembaca (reader) adalah memahmi leksikal gramatikal interteks itu sendiri.
Dalam hal ini, Rima mencermati dengan rinci tembang-tembang syair Pepali Ki Ageng Selo secara pupuh-perpupu. Rima juga menjelaskan kandungan isi dari tiap-tiap bagian—yang secara umum dibagi menjadi enam bab—dalam Pepali itu.
Namun demikian, peneliti sama sekali tidak menafikan beberapa bagian yang lain. Peniliti juga menyebutkan bahwa Ki Ageng Selo menuturkan tentang konsep 'Tuhan' dalam Dhandanggula. Dalam bagian ini Ki Ageng Selo menggunakan kata 'Hyang Widi untuk menyebut Tuhan. Pemilihan kata 'Hyang Widi' dalam bab ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan sosio-religi masyarakat Jawa yang notabene Hindu-Buda di masanya.
Berdasarkan—dua pendekatan hermeneutika Schleiermacher yang telah dideskripsi di atas, dapat disimpulkan bahwa ajaran tasawuf Ki Ageng Selo dipengaruhi oleh latar masyarakat jawa yang tidak bisa dilepaskan dari tradisi dan kebudayaan lokal berkearifan tingngi. Selain itu, juga dapat disimpulkan bahwa Ki Ageng Selo memusatkan ajarannya pada tatacara hidup mulia di tengah-tengah masyarakat jawa yang berorientasi pada kebahagian hadirnya Tuhan, Allah dalam diri manusia.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
250 Santri Ikuti OSN Zona Jateng-DIY di Temanggung Jelang 100 Tahun Pesantren Al-Falah Ploso
Terkini
Lihat Semua