Nasional SULUK MALEMAN

Peradaban yang Sebatas Mulut Saja

Senin, 23 November 2015 | 06:01 WIB

Pati, NU Online  
Kondisi hidup didunia saat ini dinilai kian carut marut. Peradaban yang beradab mulai bergeser pada peradaban yang sebatas pada mulut saja. Sikap kehati-hatian dan tetap menghidupkan akal dan hati dinilai menjadi hal yang harus dipegang teguh dalam kondisi tersebut.
<>
Hal itu seperti yang disampaikan dalam Suluk Maleman yang digelar di Rumah Adab Indonesia Mulia Sabtu (21/11) kemarin. Pengurus Pusat Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia Anis Sholeh Ba’asyin, penggagas diskusi tersebut mengatakan, di era saat ini banyak hal yang dibolak-balik sehingga sulit ditemukan kebenarannya.

Tidak jarang sesuatu yang haram justru berubah menjadi halal dan begitu sebaliknya. Dualitas dunia yang ada saat ini terkadang tidak mampu dipahami dengan benar. Justru sebaliknya masyarakat terlalu disombongkan dengan tafsir yang mereka lakukan sendiri.

Padahal menurut budayawan nyentrik, Sujiwo Tedjo, tidak ada benar dan salah di dunia ini kecuali hanyalah kebenaran dan kesalahan sementara. Sesuatu yang terlihat menyedihkan bisa saja menjadi sesuatu yang menyenangkan buat orang lain.

“Dengan hal tersebut tentu kita harus lebih berhati-hati dalam menentukan sesuatu. Sehingga nantinya tidak tercampur pikiran maupun nafsunya sendiri,” tegas Sujiwo Tedjo.

Ditambahkannya, selama ini sebenarnya ayat dari Tuhan sudah ada tersebar di alam semesta. Hanya saja sebagian orang masih ada yang belum mengganggap hal itu jika belum ada ayat tertulisnya.

“Yang jelas beragama dengan benar akan mengarahkan manusia menjadi manusia. Syahadat bukan hanya sebatas ucapan bersaksi melainkan melakukan dengan sungguh-sungguh,” tambahnya.

Presiden Jancukers itu juga mengamini bahwa tidak ada orang suci di dunia ini. Melainkan orang yang terus menerus mensucikan diri. Dalam tembang yang dinyanyikannya dia juga turut mengingatkan agar manusia selalu bertanya agar dapat memahami. Ketika sudah dipahami harus ditiru. Dan kebaikannya dibiasakan.

“Agar sesuatu dapat diselesaikan tentu juga harus dikerjakan. Bila ingin selesai tentu harus diusahakan,”tambahnya

Dr Ilyas, salah seorang dosen di Unnes turut menambahkan, agar bisa terhindar dalam peradaban mulut, setiap tindak tanduk manusia tentu juga penting dikunci dengan akal dan hati. Keyakinan akan kebaikan dan sikap istiqomah juga akan menentukan.

“Dan jangan pernah lupa orang alim bukan yang paling tahu segalanya tapi yang merasa tidak tahu; sehingga akan terus mencari tahu,” tuturnya.

Pada diskusi Suluk malam kemarin, Sujiwo Tedjo menyempatkan diri memainkan wayang. Dalam lakon Wahyu Makutoromo yang dimainkan malam itu, diceritakan seorang guru yang mewejang muridnya agar tetap berhati-hati dalam menjalani kehidupan seperti saat ini.

Meski singkat namun rupanya pertunjukan wayang itu mampu menghanyutkan sekitar 700 orang yang hadir malam itu. Terlebih dalam dialog tersebut turut diwarnai dengan pagelaran musik dari Sampak GusUran. (Red: Abdullah Alawi)


Keterangan Foto:
1.    Anis Sholeh Ba’asyin, Drs. Ilyas dan Sujiwo Tejo dalam Suluk Maleman “Peradaban Mulut” di Rumah Adab Indonesia Mulia, Sabtu (21/11) kemarin.