Nasional

Perjuangan Jumaini Dirikan Madrasah bagi Anak-Anak di Pedalaman Kepulauan Mentawai

NU Online  ·  Jumat, 17 Oktober 2025 | 13:00 WIB

Perjuangan Jumaini Dirikan Madrasah bagi Anak-Anak di Pedalaman Kepulauan Mentawai

Jumaini saat turut menyosialisasikan pentingnya pendidikan anak usia dini di sejumlah daerah di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. (Foto: dok. pribadi/Jumaini)

Jakarta, NU Online

Menjalankan aktivitas mengajar, mendidik, bahkan mendirikan sekolah atau madrasah di daerah perkotaan dan padat penduduk mungkin tidak akan menemui problem akses dan jarak. Namun, berbeda ketika harus dihadapkan pada daerah terpencil dan pedalaman, keberadaan madrasah terutama bagi pendidikan anak-anak merupakan barang istimewa dan langka.


Perjuangan itulah dihadapi Jumaini (50), guru madrasah asal Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat, yang berjibaku dan berjuang keras agar anak-anak di kepulauan tersebut bisa mengenyam pendidikan agama dengan baik dan menyenangkan.


Gairahnya di bidang pendidikan justru didapatkan Jumaini ketika dirinya sama sekali tidak bercita-cita menjadi guru karena semula hanya tamatan SMEA jurusan akuntansi.


Jumaini bercerita bahwa pada awal 2000, dalam kegiatan rutin Majelis Wirid Wanita Islam, ia dipilih oleh masyarakat Desa Sioban, daerah terpencil yang sering disebut daerah Sikerei. Sikerei artinya orang yang dipercayai memiliki kekuatan spiritual yang tinggi dan kedekatan dengan roh leluhur untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit.


Desa Sioban ini sangat jauh dari hiruk pikuk kendaraan transportasi, apalagi alat komunikasi pintar saat ini. Jumaini dipercaya dan dipilih untuk menjadi guru PAUD, awalnya sekolah yang ia tempati adalah Taman Kanak-Kanak (TK) Islam Bakti 33 Sioban, Kecamatan Sipora, Kabupaten Kepulauan Mentawai.


“Saya menikmati kegiatan baru saya sebagai guru, berbekal rasa sayang dan cinta kepada anak-anak usia dini,” ucap Jumaini, kepada NU Online

RA Bakti 36 Sipora Jaya, Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. (Foto: dok. pribadi/Jumaini)

Setelah ia berpikir bahwa mendidik anak-anak ini tidak boleh sembarangan, maka pada 2005 ia melanjutkan pendidikan Diploma II PGSD di Universitas Terbuka (UT) dan hanya ada satu pilihan jurusan keguruan pada saat itu, yaitu PGSD. Selama mengikuti pendidikan PGSD dia mulai paham pembelajaran pedagogik untuk seorang guru.


"Alhamdulillah saya tamat tahun 2008, ini jelas tidak linier dengan yang dibutuhkan untuk menjadi seorang guru PAUD," ucapnya.


Belum cukup untuk menunjang kompetensi, Jumaini pada 2009 mendapat informasi beasiswa S1 Pendidikan Luar Sekolah (PLS) PAUD di Universitas Negeri Padang. Ia mencoba untuk mengikuti seleksi beasiswa tersebut.


Di tengah kesibukannya sebagai ibu rumah tangga, Jumaini didukung penuh oleh suaminya. Ia mengungkapkan, seleksinya sangat ketat karena dari 1.500 peserta pelamar yang diambil hanya 40 orang saja.


Berkat pengalaman, doa dari suami, dan keluarga, Jumaini dinyatakan lolos seleksi beasiswa tersebut. Selama mengikuti studi S1, sebulan sekali Jumaini pulang ke Sioban. Jadwal mata kuliahnya dari Jumat, Sabtu, dan Ahad sebab transportasi sangat minim dari Padang ke Sioban, begitu juga dari Sioban ke Padang.


“Selama saya mengajar, saya berpikir ini kan anak-anak usia dini, fondasi agamanya harus kuat untuk masa depan, sementara saya mengajar di lingkungan yang mayoritas non-Muslim,” tutur Jumaini.

Jumaini saat harus melewati jalan terjal menuju lokasi RA Bakti 36 Sipora Jaya, Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. (Foto: dok. pribadi/Jumaini)

Berangkat dari pemikiran tersebut, pada 2010 Jumaini mengajukan ke Yayasan Pendidikan Wanita Islam yang berdomisili di Padang untuk pindah ke Raudhatul Athfal (RA) yang rencana ia dirikan. Ternyata niatnya waktu itu disetujui oleh Ketua Yayasan Pendidikan Bakti Wanita Islam Sumatera Barat.


Jumaini dibantu yayasan untuk melengkapi persyaratan, mulai dari surat izin desa, NPWP, hingga akta notaris. Kemudian ia mengajukan izin operasional ke Kantor Kementerian Agama di Kabupaten Kepulauan Mentawai.


Jarak tempuh antara lokasi Madrasah Bakti 33 Sioban ke kantor Kemenag ia lalui lewat perjalanan darat dengan menempuh jarak 40 kilometer. Setelah menempuh jalur darat, Jumaini juga harus melalui jalur laut selama 3 jam dengan boat pompong hingga sampailah ke kantor Kemenag Mentawai.


“Selama mengurus keperluan legalitas untuk bergabung ke RA, Alhamdulillah Allah banyak memberikan kemudahan dalam segala urusanku,” ucap Jumaini bersyukur.


Ia bersyukur akhirnya surat legalitas izin operasional tersebut keluar dengan nama Raudhatul Athfal Islam Bakti 33 Sioban. Semangat baru dengan nama madrasah yang baru membuat Jumaini bersemangat mengabdikan diri untuk mengajar di RA. Bernaung di RA Islam Bakti 33 Sioban membuatnya harus bekerja keras untuk bisa menjadi guru yang lebih profesional untuk kepentingan pendidikan agama bagi anak-anak di pedalaman.


Pada 2013, Jumaini berhasil meraih gelar sarjana pendidikan jurusan PAUD. Saat itu hanya dirinya yang bergelar di S1 PAUD. Namun ia berbagi ilmu kepada teman-teman guru yang ada di RA Islam Bakti 33 Sioban. Tak berselang lama, pada pertengahan 2013, Jumaini dipindahkan ke RA BAKTI 36 Sipora Jaya, Kabupaten Kepulauan Mentawai.


Ia berusaha mengikhlaskan dan menyanggupi pindah ke RA Bakti 36 Sipora Jaya. Baginya, mungkin ini jalan terbaik. Waktu itu, Jumaini berasumsi bahwa ia dipindahkan untuk lebih memperbaiki kualitas RA Bakti 36 Sipora Jaya. Berdasar keyakinan itu, ia semakin percaya diri menerapkan ilmunya dan mendorongnya untuk berinovasi serta mengaplikasikan ilmu yang didapatkan dari pendidikan S1 PAUD.


“Ternyata betul, waktu itu di Madrasah RA Bakti 36 Sipora Jaya gurunya masih kesulitan memberikan pembelajaran sehingga minat anak berkurang, fokus anak dalam pembelajaran menurun, dan anak tidak tertarik dengan materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru,” jelas Jumaini.


Guru-guru di RA Bakti 36 Sipora Jaya juga masih menggunakan media pembelajaran instan. Imbasnya muridnya sangat sedikit, yaitu 15 anak. Sementara di lingkungan sana banyak yang Muslim. Namun mereka tidak tertarik memasukkan anaknya ke Madrasah RA Bakti 36 Sipora Jaya, karena mereka menilai Madrasah RA Bakti 36 kurang bagus.


“Maka saya yang diberi tanggung jawab bagaimana supaya guru mengajar menarik, kreatif, dan anak tertarik serta senang untuk belajar,” ungkap Jumaini.


Jumaini bersyukur, kegiatan belajar dan mengajar berjalan sesuai arahan supervisi yang ia berikan ke guru-guru, anak mulai nyaman dan senang di belajar di RA. Hal itu berlangsung sampai 1 tahun pertama mengabdi di RA Bakti 36 Sipora Jaya. Tahun ajaran baru mulai dilirik oleh masyarakat lingkungan sekitar sekolah, tapi belum banyak karena orang tua masih ragu-ragu.


“Sampai tahun 2015 alhamdulillah calon wali murid sudah memasukkan anaknya ke madrasah kami menjadi 30 peserta didik,” ujar Jumaini.


Hingga saat ini, RA Bakti 36 Sipora diminati oleh masyarakat sehingga membatasi hanya 60 anak dengan 3 rombongan belajar. Karena dengan jumlah 4 guru dan 1 guru tahfiz, Jumaini khawatir anak-anak di RA tidak terlayani dengan baik.

Jumaini juga aktif berkontribusi di RA-RA di wilayah Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. (Foto: dok. pribadi/Jumaini)

Madrasah inklusif

Jumaini juga pernah merasakan pengalaman menarik. Pernah ada salah satu anak seorang pendeta non-Muslim yang hendak memasukkan anaknya ke RA Islam Bakti 33 Sioban. Jumaini menerangkan ke pendeta bahwa madrasahnya identik dengan ajaran agama Islam.


Lalu si pendeta menjawab, “Agama itu nanti anak kami yang menjalani kelak mereka dewasa, dan sekarang yang penting karakter mereka terbentuk dulu."


“Saat itu kami sangat terharu madrasah kami dipercaya akan membentuk karekter anak mereka. Di sisi lain saya takut, cemas, nanti apa kata wali murid yang lain serta teman-teman yang lain anggapan mereka terhadap Madrasah kami,” ujar Jumaini.


Namun ia tidak menolak, karena tidak ingin membeda-bedakan mana anak pendeta atau anak ustadz. Jumaini berusaha memperlakukan anak-anak sama rata. Menurut Jumaini, itulah salah satu kebanggaan tinggal di daerah 3T, jauh akan hiruk pikuk transportasi dan gadget. Ia terus berupaya menjadikan madrasahnya lebih baik dan inklusif.


“Alhamdulillah Madrasah kami terpilih menjadi Piloting Kurikulum Merdeka dari Direktur Jendral Pendidikan Islam Nomor: 3811 pada tahun 2022. Hanya 2 madrasah yang terpilih di Sumatra Barat, salah satunnya yaitu RA Bakti 36 Sipora Jaya,” kata Jumaini.


Atas perjuangan membangun fondasi pendidikan anak usia dini di daerah pedalaman, Jumaini berhasil meraih penghargaan sebagai Guru Madrasah Berdedikasi dalam Anugerah Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Agama RI tahun 2022 di Jakarta. Penghargaan tersebut ia dapatkan melalui seleksi ketat bersama guru-guru madrasah seluruh Indonesia.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang