Jakarta, NU Online
Sejumlah penelitian menunjukkan adanya penguatan radikalisme agama di ruang publik, salah satunya melalui masjid, di antaranya melalui buletin jumat yang merupakan salah satu media dakwah yang banyak digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan dan ajaran Islam di dalam masjid terutama saat shalat Jum’at.
Namun pesan yang disampaikan dalam buletin ini perlu diwaspadai karena kontennya ‘tidak bebas nilai’; artinya, bahwa buletin ini memiliki sejumlah tujuan yang beragam di antaranya adalah memasukkan paham-paham ideologi radikal.
Hal itu mengemuka dalam Launching Hasil Asesmen Buletin Jumat di Jawa yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN
Jakarta di Hotel Century Park Senayan, Jakarta Pusat, Senin (18/03).
Forum ini menilai bahwa pembubaran gerakan radikal Islam yang dilakukan oleh
pemerintah memiliki dampak yang tinggi secara formal namun tidak dalam
aspek lainnya. Hal itu dibuktikan
dengan buletin Jumat yang
diterbitkan Hizbut Tahrir Indonesia yang sebelumnya bernama Al-Islam dan saat ini berganti nama menjadi Kaffah, masih tersebar luas
di masjid-masjid dengan nuansa narasi yang sama.
Koordinator survei, Kusmana mengumumkan dari seratus masjid yang tersebar di lima kota penyangga di Pulau Jawa yakni Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sukoharjo, dan Kabupaten Gresik, 37 persen di antaranya telah menerima dan menyebarkan Buletin Jumat.
"Meskipun
hanya 37 persen namun yang paling masif penyebarannya adalah Buletin Kaffah," jelas
Tantan Hermansyah selaku Tim Peneliti.
Tim peneliti membagi dua kategori Buletin, yakni Kaffah dan non-Kaffah. Hal itu didasari dari penemuan sebanyak 44 edisi buletin non-kaffah tidak selalu ada dalam setiap kota, namun Buletin Kaffah selalu ditemukan pada setiap kota dan mudah ditemukan di media online.
Konten buletin Kaffah secara umum membahas tentang hasrat membangun kembali negara dan masyarakat melalui dasar-dasar ajaran Islam. Setelah diteliti, dari 70 edisi Buletin Kaffah 100 persen bermuatan paham radikal.
Sedangkan Buletin non-Kaffah yang ditemukan secara fisik terdapat 84,09 persen bermuatan non-radikal dan sisanya 15,91 persen memiliki konten radikal. "Meskipun jumlahnya kecil juga cukup menghawatirkan," ungkap Kusmana.
Hasil rilis rata-rata, ketersediaan dana dari sejumlah masjid untuk mengadakan buletin tidaklah besar, tetapi semua masjid yang diakses kecuali masjid-masjid di Pandeglang bersedia untuk mendanai pengadaan Buletin Jumat.
“Itu artinya sejumlah masjid masih melihat buletin sebagai media yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan ajaran Islam, meskipun di tengah kekurangmampuan dalam berimajinasi bagaimana mereka dapat memproduksi maupun ke mana mencari buletin Jumat untuk didistribusikan,” papar Kusmana.
Lebih lanjut,
dosen Fakultas Usuluddin UIN Jakarta itu memperingatkan, jika fenomena dari
data-data yang ada tidak diantisipasi maka beberapa pihak
akan memanfaatkannya sebagai peluang yang strategis untuk memasukkan paham-paham
radikal dalam bentuk buletin secara suka rela.
“Saya kira hal ini harus diantisipasi dengan menyediakan buletin yang ramah untuk disebarkan ke masyarakat sebelum dimanfaatkan oleh mereka,” terangnya. (Nuri Farikhatin/Ahmad Rozali)
Terpopuler
1
Ketum PBNU: NU Berdiri untuk Bangun Peradaban melalui Pendidikan dan Keluarga
2
Harlah Ke-102, PBNU Luncurkan Logo Kongres Pendidikan NU, Unduh di Sini
3
Badan Gizi Butuh Tambahan 100 Triliun untuk 82,9 Juta Penerima MBG
4
LP Ma'arif NU Gelar Workshop Jelang Kongres Pendidikan NU 2025
5
Mendagri Ungkap Makan Bergizi Gratis Juga Akan Didanai Pemerintah Daerah
6
Banjir Bandang Melanda Cirebon, Rendam Ratusan Rumah dan Menghanyutkan Mobil
Terkini
Lihat Semua