Nasional 1000 HARI GUS DUR

"Ziarah Budaya" Lengkapi Peringatan 1000 Hari Gus Dur

Sabtu, 29 September 2012 | 02:06 WIB

Jakarta, NU Online
Kegiatan bertajuk Ziarah Budaya di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Jumat malam (28/9), melengkapi peringatan 1000 hari wafatnya KH Abdurahman Wahid, (Gus Dur).<>

Ziarah budaya menyajikan beragam  penampilan. Ada doa lintas iman, orasi, kesaksian, hingga pentas seni mulai dari baca puisi, monolog, marawis, barongsai, dan musik kolaborasi.

Sebelumnya telah digelar bedah buku, tahlilan akbar, pentas wayang kulit, khotmil Qur’an, shalawatan, hingga taushiyah dari pada ulama. Tema umum peringatan 1000 hari Gus Dur adalah Menggerakkan Tradisi, Meneguhkan Indonesia

Dalam kegiatan ziarah budaya di TIM Jum’at malam itu Alissa Qatrunnada, putri tertua Gus Dur, mengungkapkan, ayahnya telah mencapai puncak-puncak pranata sosial tinggi. Dia pernah jadi Ketua DKJ, Ketua Umum PBNU, ketua dewan juri film, esais bernas, bahkan jadi presiden. Di samping itu, sebagai bawaan lahir, dia adalah cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU).

“Tapi dia tidak gila hormat,” ungkap Alissa mewakili ibundanya, Ny. Sinta Nuriyah Abdurahman Wahid.

Dikatakan Alissa, memperingati seribu hari kewafatan, bukan untuk memuja-muja karena Gus Dur tak suka dipuja. Juga bukan orang yang suka membanggakan apa yang sudah diraih.

“Tapi untuk mendoakan, untuk belajar dari kehidupan beliau. Dan yang utama, mengambil inspirasi dari kehidupannya supaya bisa meneladani, melakukannya dalam kehidupan sehari-hari,” jelas puteri sulung Gus Dur tersebut.

Seribu hari yang lalu, sambung Alissa, jutaan orang mengantarkan jasad Gus Dur ke peristirahatan terakhir di Jombang, “Tapi kata orang bijak, yang pulang bersama para peziarah, dan tidak ikut terkubur bersama jasad, adalah karakter dan potret perjalanan penuh inspirasi.”

“Gus Dur hanya pulang, tidak pergi!” tegasnya.”Ia masih tetap hidup bersama kita. Ketika melihat ketimpangan polah pemimpin, Gus Dur hadir. Melihat kekerasan dan penindasan, orang-orang mengingatnya.”



Redaktur : A. Khoirul Anam
Penulis     : Abdullah Alawi