Nasional

Represif Tangani Pendemo, Amnesty Indonesia Desak Polisi Bertanggung Jawab

Rabu, 28 Agustus 2024 | 17:00 WIB

Represif Tangani Pendemo, Amnesty Indonesia Desak Polisi Bertanggung Jawab

Ilustrasi: sejumlah aparat polisi saat sedang berjaga-jaga untuk mengamankan demo penolakan revisi UU Pilkada, Kamis (22/8/2024) di gedung DPR RI Senayan Jakarta. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Amnesty Internasional Indonesia mengutuk keras tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian dalam menangani demonstrasi yang berlangsung sejak Kamis, 22 Agustus 2024 hingga 26 Agustus 2024.


Direktur Eksekutif Amnesty Indonesia Usman Hamid menilai tindakan ini tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga membahayakan keselamatan warga, terutama anak-anakk di bawah umur.


“Kekerasan yang kembali dilakukan aparat keamanan sulit untuk ditoleransi. Penggunaan gas air mata yang tidak perlu dan tidak terkendali hingga pemukulan menyebabkan korban sipil termasuk anak-anak di bawah umur,” kata Usman dalam keterangan pers dikutip NU Online, Rabu (28/8/2024) dari laman resmi Amnesty.


Usman menegaskan, peristiwa kekerasan oleh aparat keamanan bukan kejadian yang berdiri sendiri melainkan bagian dari pola tindakan yang sistematis untuk meredam suara mahasiswa dan masyarakat yang berusaha menyuarakan aspirasi mereka.


“Terlihat jelas pola keberulangan. Apalagi ini bukan pertama kalinya terjadi. Baru pekan lalu kita saksikan brutalitas itu. Kini berulang kembali,” ungkapnya.


Amnesty mencatat sepanjang pemerintahan Presiden Joko Widodo, pengerahan kekuatan yang berlebihan oleh kepolisian kerap terjadi untuk menghadapi berbagai protes warga, mulai dari aksi Reformasi Dikorupsi, protes UU Cipta Kerja, protes warga Air Bangis di Sumatera Barat dan Rempang-Galang di Batam, hingga protes warga Dago Elos di Bandung.


Usman menyoroti bahwa kurangnya akuntabilitas atas penyimpangan yang dilakukan oleh aparat semakin menegaskan bahwa tindakan represif seakan-akan dimaklumi atau bahkan diizinkan otoritas yang berwenang.


“Saat akuntabilitas atas penyimpangan aparat tidak kunjung dipenuhi, muncul kesan bahwa aparat memaklumi atau bahkan mengizinkan dan membenarkan penggunaan kekuatan berlebihan, kekerasan yang tidak perlu serta tindakan represif lainnya.


Pola kebijakan represif ini, menurut Usman, terlihat di berbagai wilayah saat aparat keamanan tampak melakukan serangan terhadap warga sipil yang sedang melakukan aksi protes damai.


Bentuk serangan tersebut mulai dari praktik intimidasi, serangan fisik, penyiksaan dan perlakuan lain yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia. Dengan demikian, seluruh peristiwa tersebut menurut sifat dan lingkupnya dapat digolongkan sebagai pelanggaran berat hak asasi manusia.


Desakan kepada Kapolri dan Komnas HAM

Amnesty mendesak Kapolri untuk bertanggung jawab atas kebijakan represif yang sistematis dan meluas tersebut serta menuntut adanya langkah nyata dari Kapolri untuk memastikan bahwa anggotanya yang terlibat peristiwa represif tersebut akan dibawa ke proses hukum dan pengadilan.


“Polisi juga harus membebaskan semua peserta aksi yang masih ditahan dengan segera tanpa terkecuali. Kepada pemerintah, kami juga menekankan pentingnya menghormati dan melindungi hak-hak warga negara dalam menyuarakan aspirasi mereka,” jelasnya.


“Kami mendesak Komnas HAM untuk segera melakukan penyelidikan projustitia terhadap peristiwa tersebut, termasuk memanggil Kapolri dan meminta keterangannya atas keseluruhan tindakan kepolisian di berbagai wilayah kepolisian daerah,” imbuhnya.


Respons Polisi

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes (Pol) Ade Ary Syam Indradi meminta maaf apabila pihaknya terpaksa melakukan upaya penegakan hukum yang tegas dalam penanganan demonstrasi mengawal keputusan MK di sekitar gedung MPR/DPR RI, Kamis (23/8/2024).


Ade Ary menekankan, upaya represif itu merupakan langkah terakhir pihaknya demi tercipta keamanan dan ketertiban masyarakat.


“Upaya penegakan hukum ini merupakan bagian terakhir setelah sebelumnya petugas kami di lapangan memberikan imbauan,” kata Ade di Polda Metro Jaya, Jumat (23/8/2024).


“Ketika terjadi gangguan kamtibmas, maka penegakan hukum sesuai standard operating procedures (SOP) yang berlaku itu harus kami lakukan. Jadi mohon maaf, ini merupakan tugas berdasarkan perkembangan situasi yang terjadi,” tambah dia.