Surabaya, NU Online
Perkembangan jaringan komunikasi digital memudahkan masyarakat untuk mendapatkan tontonan alternatif yang lebih dibutuhkan masyarakat, lebih mendidik, sekaligus menghibur. Jaringan digital sebagai bagian dari era keterbukaan komunikasi dan informasi tidak perlu disikapi secara pesimistik, namun dapat dimanfaatkan untuk mengimbangi tontonan-tontonan yang dominan dan didukung modal besar.<>
Demikian dalam seminar “Mengawal Entitas Kebudayaan Indonesia di Tengah Liberalisasi dan Keterbukaan Informasi-Komunikasi” di aula PWNU Jatim, Jl Masjid Al Akbar, Surabaya, Sabtu (8/9). Seminar ini merupakan bagian dari kegiatan Pra Munas dan Konbes NU 2012.
Hadir sebagai nara sumber Prof Sasa Djuarsa Sendjaya, Ph.D (Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia), Prof. Dr. Solichin Abdul Wahab (Guru Besar Ilmu Sosial Universitas Brawijaya), Prof. Dr. Abdul A'la (Guru Besar dan Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya), H. As'ad Sa'id Ali (Wakil Ketua Umum PBNU), dan Dr. Ishadi SK (Direktur Trans Corp).
Sasa Djuarsa Sendjaya mengungkapkan, saat ini jadwal siaran tidak lagi dibatasi. Stasiun TV nasional bebas membuka siaran selama 24 jam. Proporsi siaran juga tidak diatur.
“Tidak ada aturan mengenai porsi siaran pendidikan. Ini terutama terjadi setelah era reformasi. Semua berubah. Negara telah digantikan pasar. Penguasa telah digantikan pengusaha,” katanya.
Solichin Abdul Wahab menegaskan, harus ada perubahan radikal terkait dengan kebijakan publik. Jika tidak maka imperialisme budaya akan terus melanda bangsa Indonesia.
Ishadi SK mengungkapkan, perkembangan jaringan komunikasi digital mestinya bisa menjadi solusi. Jaringan baru ini lebih efektif daripada yang analog, baik dari kualitas suara maupun gambar karena tidak tergantung pemancar dan menara.
“Dengan digital kita tidak usah beli pemancar atau membangun menara, cukup sewa saja dan trend harganya semakin murah,” katanya
Ditambahkan, penambahan alokasi frekuensi saat ini sangat mudah dilakukan dengan. Bahkan diperkirakan bahkan akan tumbuh 10 ribu channel TV baru dengan jaringan digital.
Dalam kesempatan, Ishadi meminta pemerintah segera mengambil sikap dalam mengatasi krisis dunia penyiaran dengan memberikan subsidi kepada media-media alternatif.
Mestinya pemerintah bisa mengambil sikap. Jaringan TV alternatif seperti TV 9 milik NU Jawa Timur, dan tv lokal lain, serta berbagai saluran tv digital mestinya menjadi perhatian pemerintah. “Jika ini tidak dibantu, maka tidak akan bisa bersaing dengan yang besar,” tambahnya.
Abdul A'la mengungkapkan, saat ini sudah waktunya masyarakat diarahkan kepada tontonan-tontonan alternatif yang mendidik.
“Lembaga pendidikan dan ormas harus bisa berada di garda depan dalam mengarahkan warga, terutama generasi mudanya, dalam memilih tontonan-tontonan yang berkualitas. Tentunya dengan tidak mengecilkan peran pemerintah,” katanya.
Penulis: A. Khoirul Anam
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: 4 Maksiat Hati yang Bisa Hapus Pahala Amal Ibadah
2
Khutbah Jumat: Jangan Golput, Ayo Gunakan Hak Pilih dalam Pilkada!
3
Poligami Nabi Muhammad yang Sering Disalahpahami
4
Peserta Konferensi Internasional Humanitarian Islam Disambut Barongsai di Klenteng Sam Poo Kong Semarang
5
Kunjungi Masjid Menara Kudus, Akademisi Internasional Saksikan Akulturasi Islam dan Budaya Lokal
6
Khutbah Jumat Bahasa Sunda: Bahaya Arak keur Kahirupan Manusa
Terkini
Lihat Semua