Nasional

Soal 'Kiamat Sudah Dekat', PBNU Harap Masyarakat Tanya Ulama

Jumat, 15 Maret 2019 | 04:30 WIB

Soal 'Kiamat Sudah Dekat', PBNU Harap Masyarakat Tanya Ulama

Ketua PBNU Robikin Emhas

Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengaku prihatin atas beredarnya isu 'kiamat sudah dekat' yang membuat sekitar 50 warga Desa Watubonang, Kecamatan Badegan, Ponorogo, Jawa Timur ramai-ramai meninggalkan desanya. 

"Kita prihatin dengan keadaan itu. Kita prihatin. Kita berharap masyarakat tidak mudah mempercayai hal-hal yang belum pasti kebenarannya,” kata Ketua PBNU Robikin Emhas melalui sambungan telepon, Jumat (15/3).

Robikin berharap, sebaiknya masyarakat terlebih dahulu bertanya kepada para tokoh masyarakat dan ulama, sehingga mendapatkan jawaban yang benar atas isu yang beredar. Menurut dia, keberadaan kiamat sendiri memang pasti akan terjadi dan sebagai muslim wajib menyakini kebenarannya. Namun, terkait waktu datangnya, tidak ada seorang pun yang tahu kecuali Allah.

"Kiamat itu termasuk salah satu rukun iman. Umat Islam harus menyakini kebenarannya. Tapi kapan kiamat tiba hanya Allah yang tahu," tegasnya.

Ia melanjutkan, Islam sendiri telah memberikan panduan tentang tanda-tanda kiamat. Antara lain dicabutnya ilmu agama dari para ulama, tidak lagi terdengar suara adzan, dan sulit mendapatkan orang yang menegakkan shalat.

Sementara keadaan sekarang, sambungnya, syiar Islam sangat terasa. Syiarnya terjadi di berbagai tempat dan dalam bentuk yang beragam. Selain itu, masih banyak ulama, suara adzan masih berkumandang di mushalla dan masjid. Kita pun masih mudah mendapati orang yang shalat.

“Berdakwah dengan tujuan mengajak masyarakat agar semakin dekat dengan Allah merupakan perilaku yang baik. Akan tetapi, tetap harus menggunakan cara-cara yang baik dan benar. Bukan menyebarkan isu yang hanya membuat kegaduhan di masyarakat,” sergahnya.

Menurut Robikin, terkait sejumlah persoalan yang menyangkut dekadensi moral seperti merebaknya ujaran kebencian, terjadinya korupsi, serta maraknya peredaran dan penggunaan narkoba harus direspons sebagai sebuah tantangan dalam berdakwah.

"Karena ini tantangan dakwah, maka meresponnya harus dengan cara yang baik. Bukan 'menjual' kiamat sudah di depan mata," pungkas Robikin. (Husni Sahal/Musthofa Asrori)