Nasional HARLAH ANSOR

Tak Ada Sambutan Ketum, PBNU Kecewa Protokoler Istana

Selasa, 17 Juli 2012 | 11:32 WIB

Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) menyayangkan tidak disediakannya waktu khusus kepada Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj untuk memberikan sambutan di acara puncak peringatan hari lahir ke-78 Gerakan Pemuda Ansor di Stadion Manahan, Solo, Jawa Tengah, pada Senin 16 Juli 2012 malam.<>

Ketiadaan sambutan dari Ketua Umum PBNU ini tentu saja tidak sesuai dengan tradisi yang berlaku di lingkungan NU. Karena, bagaimana pun juga, Ketua Umum PBNU sudah semestinya memberikan sambutan dalam acara yang digelar badan otonom NU, seperti GP Ansor. 

Ironisnya, ketiadaan waktu khusus bagi Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj untuk memberikan sambutan lantaran kehendak dari pihak luar, yaitu protokoler Istana. “Acara tadi malam lancar, bagus, dan hebat. Cuma kurangnya tidak ada sambutan Ketua Umum PBNU dan itu menyalahi tradisi NU,” ujar Ketua PBNU Slamet Effendy Yusuf di Jakarta, Selasa (17/7/202). 

Acara puncak peringatan hari lahir ke-78 Gerakan Pemuda Ansor di Stadion Manahan, Solo, Jawa Tengah, tadi malam, memang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo.

Selain itu, hadir pula para pengurus PBNU, PWNU, PAC, serta puluhan ribu Banser. Namun, ada yang janggal di tengah-tengah gegap gempitanya acara, yaitu ketiadaan sambutan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj.

Setelah mengetahui tidak ada waktu khusus untuk Ketua Umum PBNU, Slamet mencoba mencari konfirmasi ke pengurus PBNU, panitia acara, serta pengurus GP Ansor. Hasilnya, KH Said Aqil Siroj dinyatakan tidak bisa memberikan sambutan karena kehendak dari pihak protokoler Istana.

“Saya sudah mengecek ke teman-teman, ya memang mereka menyatakan semestinya harus ada, tapi ini kehendak dari protokol Istana. Ketua umum hadir di acara Banom NU yang bersifat nasional dan beliau hadir di situ, kenapa tidak diberi kesempatan untuk memberikan sambutan,” tanyanya.

Dengan adanya kejadian ini, Slamet berharap ke depan pihak protokoler Istana bisa lebih arif dengan menghormati tradisi NU serta standar operating prosedures (SOP) di suatu organisasi. Jangan sampai kehadiran Presiden justru mengurangi kearifan lokal serta tradisi yang ada.

“Harapan saya ke depan, sambutan atau amanat presiden jangan mengurangi standar yang biasa dilakukan di lingkungan NU. Presiden hadir di acara Banom NU atau di lingkungan NU adalah bagian dari keberadaan beliau di tengah-tengah rakyat, tapi jangan sampai keberadaan presiden kemudian mengurangi SOP dan tradisi di lingkungan NU, di mana Ketua Umum PBNU pasti memberikan sambutan,” tegasnya.



Penulis: Nabil Haroen