Nasional

Tes Baca Al-Qur'an bukan Aturan, tapi Bisa Dilakukan

Kamis, 3 Januari 2019 | 05:55 WIB

Tes Baca Al-Qur'an bukan Aturan, tapi Bisa Dilakukan

KH Abdul Moqsith Ghazali

Jakarta, NU Online
Perbincangan mengenai tes membaca Al-Qur'an untuk capres-cawapres beberapa hari ini menjadi konsumsi nasional. Topik ini menjadi lebih serius setelah melahirkan pro-kontra hampir semua kalangan, mulai dari tim sukses, penyelenggara negara, aktivis, hingga tokoh masyarakat.

Menanggapi maraknya isu ini, Wakil ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU KH Abdul Moqsith Ghazali mengatakan tes kemampuan membaca Al-Qur'an bukan persyaratan yang ditetapkan oleh Undang-Undang. "Tes baca Al-Qur'an itu bukan perintah undang-undang melainkan kehendak dari sebagian umat Islam. Tapi bisa saja sekelompok warga negara membuat persyaratan tambahan untuk memastikan apakah yang dipilih itu cukup meyakinkan atau tidak," ujar KH Abdul Moqsith Ghazali pada NU Online, Kamis (3/1).

Walau begitu, ia menegaskan bahwa kemampuan membaca Al-Qur'an pada dasarnya bukan kualifikasi utama untuk pemimpin Indonesia yang merupakan negara dengan penduduk multi-agama. "Kemampuan baca Al-Qu'an sebenarnya kualifikasi yang tak diperlukan dalam konteks Indonesia yang bukan negara Islam," ujarnya.

Walau begitu, masyarakat juga bisa mengusulkan persyaratan tambahan untuk menambah keyakinan dalam memilih pemimpin yang diinginkan. "Misalnya di Aceh yang memang merupakan daerah istimewa dengan penerapan syariat Islamnya. Jika sekelompok masyarakat di Aceh ingin mengetahui kemampuan baca Al-Qur'an kandidat capres-cawapres, maka tes baca Al-Qur'an itu sangat mungkin dilakukan. Tapi tentu tidak dengan cara paksaan melainkan kesukarelaan," lanjutnya.

Menurutnya hal itu lumrah dilakukan masyarakat untuk memastikan calon pemimpin yang akan dipilihannya. Bahkan, untuk lebih memantapkan hati, sebagian masyarakat mempercayai pasangan capres-cawapres yang merupakan hasil rekomendasi dari kalangan ijtima ulama tertentu. 

"Namun, sebelum memilih, mereka ingin dapat kepastian; apakah calon yang direkomendasikan para ulama itu bisa baca Al-Qur'an atau tidak, bisa berwudhu dengan benar atau tidak, bisa menjadi imam shalat atau tidak, dan seterusnya," pungkas kiai Moqsith. (Ahmad Rozali)