Nasional

Tujuan Dakwah Menurut Imam Masjid Amerika Asal Indonesia

Rabu, 28 November 2018 | 10:45 WIB

Tujuan Dakwah Menurut Imam Masjid Amerika Asal Indonesia

Shamsi Ali (Tengah)

Jakarta, NU Online

Imam di Islamic Center of New York, Amerika asal Indonesia Muhammad Shamsi Ali mengungkapkan bawa tujuan dialog antar umat beragama adalah membangun jembatan pemahaman antara satu umat dengan umat lainnya. Kepentingannya adalah melahirkan penerimaan atas perbedaan.

"Dakwah bukan semata-mata bertujuan mengislamkan orang lain. Saya hanya ingin mereka memahami Islam. Saya berdakwah untuk meluruskan pemahaman mereka yang salah tentang Islam," katanya dalam Workshop International yang bertajuk ‘Promoting Religious Tolerance and Moderation in Indonesia’ di Jakarta, Rabu (28/11).

Hidup sebagai kelompok minoritas di New York diakuinya memiliki tantangan tersendiri. Lebih-lebih saat Donald Trump yang terkenal konservatif memimpin Amerika. Naiknya Donald Trump diakuinya sedikit banyak mempengaruhi pola hubungan masyarakat beragama di sana, khususnya terhadap pandangan tentang Islam. 

"Pernah suatu hari Trump ditanya tentang Muslim dan dia menjawab 'Kita harus hati-hari pada mereka'. Perkataan Trump itu dipercaya sebagian warga Amerika," katanya menjelaskan. Bagi sebagian warga Amerika, Islam adalah agama yang melahirkan kekerasan. "Saya bisa memahami itu karena apa yang mereka lihat dari media. Oleh karena itu saya berdakwah untuk meluruskannya," katanya.

Oleh karena itu ia sering melakukan dialog dengan pemeluk agama yang berbeda. Namun ia menegaskan bahwa ketekunannya dalam melakukan dialog antar agama dengan kelompok agama lain di negara Paman Sam itu bukan dikarenakan posisinya sebagai minoritas. Akan tetapi pada dasarnya dialog adalah kewajiban seluruh umat Islam yang diperintahkan oleh Al-Qur'an. "Kita memang diperintahkan untuk berdialog atau dalam bahasa Al-Qur'an; Taaruf. Kalau diterjemahkan pada bahasa hari ini artinya dialog," kata Shamsi Ali pada NU Online.

Ia juga menyebut, ektrimisme bisa lahir dari agama apa saja. Secara spesifik ia menyebut ada beberapa faktor penyebab lahirnya gerakan ektrimisme; ketidakpedulian, kesalahpahaman pada Islam, persepsi media dan hilangnya keadilan dalam sebuah negara antara kelompok masyarakat.

Untuk menghadapinya kita perlu membangun kritisisme pada diri sendiri. "Kita juga perlu mengakui bahwa ektrimisme juga bisa terjadi pada semua agama, baik Yahudi, Kristen dan Islam sendiri," ujarnya. Menurutnya menutup-nutupi kekurangan tak menyeleesaikan maslaah dan bahkan  adalah bagian dari masalah itu sendiri.

Ia juga menuding bahwa politik kerap menyeret agama ke dalamnya dan membuat agama kehilangan nilai-nilainya. "Hal lain adalah penggunaan agama yang salah untuk kepentingan politik. Itu tidak cuma terjadi di Indonesia, namun juga di Amerika," pungkasnya. (Ahmad Rozali)